REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Bali meraup devisa 150,15 juta dolar AS dari pengapalan ikan tuna dalam bentuk segar dan beku ke pasaran luar negeri selama tahun 2017. Jumlah ini meningkat 64,73 juta dolar AS atau 75,79 persen dibanding tahun sebelumnya yang tercatat 85,41 juta dolar AS.
"Demikian pula dari segi volume pengapalan matadagangan tersebut meningkat 2.604,3 ton atau 22,77 persen dari 11.437,9 ton pada tahun 2016 menjadi 14.042,2 ton pada tahun 2017," kata Kepala Bidang Pengembangan Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Luar Negeri Provinsi Bali Anak Agung Ngurah Bagawinata di Denpasar, Kamis (3/1).
Ia mengatakan, ikan tuna memberikan kontribusi terbesar di antara sembilan jenis komoditas hasil perikanan dan kelautan Bali yang menembus pasaran luar negeri. Jumlahnya mencapai 22,09 persen dari total nilai ekspor Bali sebesar 679,59 juta dolar AS selama tahun 2017. Angka ini naik 105,31 juta dolar AS atau 18,34 persen dibanding tahun sebelumnya yang tercatat 574,27 juta dolar AS.
Khusus untuk sektor perikanan dan kelautan yang terdiri atas sembilan jenis komoditas itu menghasilkan devisa sebesar 326,57 juta dolar AS selama 2017. Jumlah ini meningkat 104,04 juta dolar AS atau 46,76 persen dibanding tahun sebelumnya tercatat 222,52 juta dolar AS.
Ngurah Bagawinata menambahkan, ikan tuna tersebut merupakan hasil tangkapan para nelayan setempat maupun perusahaan-perusahaan yang operasionalnya menggunakan kapal-kapal besar yang mangkal di Pelabuhan Benoa, Bali.
Hasil tangkapan hingga ke wilayah perairan Indonesia timur itu selanjutnya diolah dan dikemas sedemikian rupa dalam bentuk ikan segar dan beku hingga siap diekspor ke luar negeri dari bandara Ngurah Rai.
Dengan demikian ikan tuna dan jenis ikan lainnya yang diekspor dari Bali dalam 24 jam sudah dapat dinikmati oleh konsumen di mancanegara.
Ekspor berbagai jenis ikan dan udang dari Bali selama ini paling banyak diserap pasaran Cina yakni 29,48 persen, menyusul Amerika Serikat 26,12 persen, Jepang 16,44 persen, Taiwan 8,07 persen, Hong Kong 5,87 persen, Singapura 1,55 persen, Australia 3,99 persen, Thailand 0,78 persen, Jerman 0,74 persen, Perancis 0,68 persen dan berbagai negara lainnya 6,29 persen, ujarNgurah Bagawinata