REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan pekerja perempuan di luar negeri sebagai kelompok rentan yang masih belum terlindungi. Hal itu karena aturan yang tidak berpihak kepadanya.
"Mereka menghadapi kerentanan-kerentanan sebelum berangkat, transit, bekerja maupun saat pulang ke Tanah Air. Kerentanan-kerentanan itu belum dijamin perlindungannya baik oleh peraturan di tingkat daerah, nasional maupun, di negara tujuan," kata Anis dalam jumpa pers dalam rangka "Women's March Jakarta 2018" di aula Komnas Perempuan, Jakarta, Kamis (1/3).
Anis mencontohkan perlindungan sosial seperti dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang belum berpihak kepada pekerja perempuan di luar negeri. Hingga saat ini, belum ada asuransi sosial yang melindungi pekerja perempuan di luar negeri.
"Ini akan menjadi masalah di depan. Bagaimana bila mereka menghadapi masalah? Bagaimana perlindungannya?" tuturnya.
Anis mencontohkan kasus Delina Lisao, pekerja perempuan asal Nusa Tenggara Timur yang meninggal di Malaysia. Keadilan bagi Adelina memang masih diupayakan baik di Indonesia maupun Malaysia.
Namun, Anis mempermasalahkan dengan uang "hiburan" Rp 200 juta yang diberikan kepada keluarga Delina. Hal seperti itu, tidak diatur dalam peraturan apa pun.
"Kerentanan-kerentanan yang dihadapi pekerja perempuan harus diatur dalam peraturan. Negara harus banyak mengambil peran untuk melindungi pekerja perempuan di luar negeri," katanya.
Pada Sabtu (3/3), ribuan orang akan turun ke jalan dalam rangka Women's March Jakarta 2018 menuntut pemenuhan hak perempuan dan kelompok terpinggirkan lainnya seperti masyarakat adat, pekerja migran, pekerja industri, pekerja domestik, orang dengan HIV/AIDS, kelompok minoritas gender dan seksual serta kelompok difabel. Women's March Jakarta 2018 akan menuntut bukan hanya perlindungan tetapi juga bantuan hukum dan pemulihan untuk para penyintas.