Kamis 01 Mar 2018 14:40 WIB

Turki Izinkan Akses Kemanusiaan ke Afrin

Afrin telah menjadi tempat persembunyian utama bagi kelompok PYD/PKK sejak Juli 2012.

Rep: Marniati/ Red: Nidia Zuraya
Tentara Turki mempersiapkan tank di pinggiran desa Sugedigi, Turki yang berbatasan dengan Suriah, 22 Januari 2018. AS menekan Turki menghentikan operasi di Afrin.
Foto: AP Photo/Lefteris Pitarakis
Tentara Turki mempersiapkan tank di pinggiran desa Sugedigi, Turki yang berbatasan dengan Suriah, 22 Januari 2018. AS menekan Turki menghentikan operasi di Afrin.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Koordinator Bantuan Darurat PBB untuk Urusan Kemanusiaan Mark Lowcock mengatakan Turki bersedia memfasilitasi akses bantuan kemanusiaan di Afrin, Suriah. Turki pada 20 Januari meluncurkan Operasi Olive Branch untuk melawan kelompok PYD/PKK dan ISIS dari Afrin.

"Pihak berwenang Turki telah menekankan kepada kami kesediaan mereka untuk memfasilitasi akses kemanusiaan. Kami ingin melihat konvoi bantuan dari Damaskus tapi sejauh ini belum disepakati di pihak Suriah,"kata Lowcock seperti dilansirAnadolu, Kamis (1/3).

Dia mengatakan bahwa warga sipil yang ingin melarikan diri dari Afrin dicegah untuk mengakses daerah yang lebih aman oleh kelompok PYD/PKK, yang oleh penduduk sipil digambarkan sebagai pemerintah daerah. Afrin telah menjadi tempat persembunyian utama bagi kelompok PYD/PKK sejak Juli 2012, ketika rezim Assad di Suriah meninggalkan kota ke kelompok teror tanpa perlawanan.

PKK terdaftar sebagai kelompok teroris oleh Turki, AS dan Uni Eropa, yang telah melakukan kampanye teror melawan Turki selama lebih dari 30 tahun, menewaskan hampir 40 ribu orang. Lowcock menambahkan bahwa PBB siap memberikan bantuan kemanusiaan ke 10 wilayah yang masih terkepung. Namun akses ke daerah-daerah ini masih dilarang meski ada resolusi gencatan senjata.

Beralih ke situasi Ghouta Timur, dia mencatat bahwa situasi kemanusiaan di lapangan belum membaik. Tidak ada evakuasi medis yang terjadi, dan warga sipil tidak dapat meninggalkan wilayah tersebut.

"Lebih banyak pemboman, lebih banyak pertempuran, lebih banyak lagi kematian, lebih banyak penghancuran, lebih banyak perempuan dan anak-anak menjadi korban, lebih banyak kelaparan pada wanita dan anak-anak. Lebih banyak kesengsaraan," kata Lowcock dalam menanggapi pertanyaan jika belum ada akses kemanusiaan sejak resolusi gencatan senjata diberlakukan.

Rusia mengakuhanya membutuhkan gencatan senjata selama lima jam untuk satu hari di Ghouta timur. Namun Lowcock mengatakan tidak mungkin membawa konvoi kemanusiaan dan membagikan paket bantuan dalam waktu lima jam.

Sekretaris Jenderal PBB Urusan Politik Jeffrey Feltman juga menekankan bahwa masyarakat internasional telah gagal mengakhiri perang yang akan memasuki tahun kedelapan dalam dua pekan. Daerah pinggiran kota dikepung selama lima tahun terakhir dan akses kemanusiaan ke daerah tersebut, yang merupakan rumah bagi 400 ribu orang, telah terputus.

Dalam delapan bulan terakhir, kekuatan rezim Assad telah mengintensifkan pengepungan Ghouta Timur , sehingga hampir tidak mungkin untuk mendistribusikan makanan atau obat-obatan ke distrik tersebut.

Menurut agen pertahanan sipil White Helmets, serangan rezim telah menewaskan 389 orang di Ghouta Timur dalam enam hari terakhir. Menurut pejabat PBB, ratusan ribu orang terbunuh dalam konflik sampai saat ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement