REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius mengatakan penyebaran radikalisme marak dilakukan melalui media sosial sehingga masyarakat diminta agar lebih berhati-hati.
"Kita imbau masyarakat apabila menerima informasi harus memilah-milah betul karena media sosial saat ini dijadikan alat penyebar paham radikal," jelasnya usai acara Bedah Buku Ahmad Syafii Maarif di Padang, Kamis.
Ia menilai konten-konten yang ada di media sosial memang memprovokasi masyarakat baik melalui hoaks, ketidakbenaran dan sebagainya.
Begitu pesatnya dunia digital sehingga informasi bertebaran dengan luas, ia berharap masyarakat agar tidak gegabah dalam menyebar informasi yang mereka terima.
"Budaya sharing tanpa saring ini harus dihilangkan karena mulai meresahkan dan saat ini penegakan hukum juga telah dilakukan karena perbuatan ini meresahkan," ujarnya.
Ia menyebutkan menyebarkan hoaks merupakan provokasi terhadap masyarakat dan masuk dalam kategori tindakan radikalisme. "Apalagi memprovokasi orang yang pengetahuannya setengah-setengah maka mereka menganggap provokasi itu merupakan sebuah kebenaran," katanya.
BNPT mengapresiasi pihak kepolisian yang menangkap tersangka penyebar hoaks di media massa yang juga menyebar benih-benih radikalisme. "Kita dukung pihak kepolisian melakukan penegakan hukum terkait persoalan tersebut," tambahnya.
Sebelumnya Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengemukakan sedikitnya lima tersangka telah ditetapkan atas dugaan kasus penyebaran hoaks dan provokasi melalui media sosial yang dikenal dengan "The Family Muslim Cyber Army" (MCA).
"Tersangka, terakhir lima. Ini masih dalam proses. Kami kan tidak melihat ini siapa tadinya, tetapi faktanya ada berita ini. Kami lacak dapatnya begitu. Kami masih dalam proses pendalaman," tambahnya.
Kepolisian Indonesia telah menangkap sedikitnya lima orang yang tergabung dalam grup percakapan whatsapp MCA. Kelima tersangka tersebut ditangkap di daerah berbeda yakni di Tanjung Priok (Jakarta Utara), Pangkal Pinang, Bali, Sumedang dan Palu.
Berdasarkan barang bukti yang diperoleh Polri, kelompok MCA menyebarkan isu provokatif dan kabar bohong terkait isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), melalui jaringan komunikasi whatsapp,