Jumat 02 Mar 2018 03:25 WIB

KAMMI Desak Pemerintah Inisiasi Perdamaian Suriah

Indonesia didesak melakukan menggelar dialog antarumat.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Ani Nursalikah
Beberapa bayi memperoleh penanganan medis setelah terpapar gas beracun di Desa Shifunieh, Ghouta Timur, Suriah, Ahad (25/2).
Foto: Mohammed Badra/EPA-EFE
Beberapa bayi memperoleh penanganan medis setelah terpapar gas beracun di Desa Shifunieh, Ghouta Timur, Suriah, Ahad (25/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Krisis kemanusiaan kembali mengemuka di tanah Suriah. Setelah Aleppo, kini dunia kembali dikejutkan dengan tewasnya ratusan jiwa, ribuan orang terluka di wilayah Ghouta Timur, Suriah.

Anak-anak serta wanita terancam kehidupannya di wilayah Ghouta Timur, Suriah yang kini menjadi tempat bertempur baru bagi rezim pemerintahan Asad dan lawan politiknya. Pada 18 Februari lalu wilayah timur Ghouta dibombardir oleh pemerintah Assad.

Menyikapi krisis kemanusiaan yang terus terjadi di Suriah, Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) meminta pemerintah Indonesia menginisiasi solidaritas internasional untuk perdamaian di Suriah.

"Mendesak Indonesia menginisiasi Gerakan Solidaritas Internasional untuk Perdamaian Suriah, dialog antarumat (interfaith dialogue) melalui forum internasional sebagaimana yang telah dilakukan oleh Pemerintah RI kepada Afghanistan dan krisis di Palestina," ujar Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PP KAMMI, Ibadurrahman dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/3).

KAMMI mengutuk keras perilaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, genosida di Suriah yang dilakukan oleh rezim pemerintah Bassar al Asad. KAMMI juga meminta Pemerintah Indonesia mengupayakan penyaluran bantuan kemanusiaan ke Suriah.

Karena, menurut Ibadurrahman, dunia internasional tak kunjung mengeluarkan sikap yang tegas atas krisis kemanusiaan dan kejahatan genosida sistemis di Ghouta. "Resolusi terbaru PBB tentang gencatan senjata tidak diindahkan oleh rezim pemerintah," katanya.

Sedangkan akses bantuan kemanusiaan yang minim juga menjadi hambatan terhadap penyelesaian dampak dari konflik berkepanjangan ini. Karena itu pemerintah Indonesia diharapkan mampu membantu meringankan warga sipil di Ghouta sebagai penginisiasi perdamaian di Suriah.

Per 18 Februari 2018 korban jiwa warga sipil di Ghouta timur telah mencapai lebih dari 500 orang. Sekitar 150 orang di antaranya adalah anak-anak. Serangan bom bertubi-tubi ini juga melukai lebih dari 1.200 warga. Keluarga dan anak-anak yang terjebak di wilayah pertempuran, bersembunyi berhari-hari dalam lorong bunker tanpa makanan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement