REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Dewan Pemilihan Nasional Venezuela (CNE) mengumumkan bahwa jadwal pemilihan presiden akan diundur menjadi 20 Mei. Sebelumnya pemilihan dijadwalkan berlangsung 22 April.
Dilansir BBC, Jumat (2/3), langkah tersebut dilakukan setelah sebuah kesepakatan dicapai antara pemerintah dan sejumlah kecil partai oposisi. Presiden Nicols Maduro telah terdaftar untuk mencalonkan diri kembali dalam pemilu ini.
Ketua CNE Tibisay Lucena mengumumkan bahwa pemerintah telah menyetujui "jaminan pemilihan" untuk pemiliu yang akan datang dengan sejumlah partai oposisi. Kepala PBB Antonio Guterres juga akan diundang untuk mengirim misi pengamat yang akan memantau semua proses dalam pemilu ini.
Secara tradisional, pemilihan presiden diadakan di Venezuela pada Desember. Namun pada Februari, CNE mengumumkan bahwa mereka akan mengadakan pemilihan pada 22 April. Keputusan tersebut secara luas ditafsirkan oleh kritik pemerintah sebagai upaya untuk menggerakkan koalisi oposisi yang terpecah dan menimbulkan kekacauan. Ini terjadi di tengah krisis ekonomi dan politik yang terus memburuk yang menyebabkan banyak orang Venezuela kekurangan gizi.
Keputusan tersebut juga memicu kritik internasional, dengan Argentina, Brasil, Cile, Kolombia, Meksiko, dan Peru. Mereka menolak pemilihan awal dan beberapa negara memperingatkan bahwa mereka tidak akan mengakui hasilnya.
AS telah mengatakan akan mempertimbangkan untuk memberlakukan sanksi lebih lanjut terhadap pemerintah jika melanjutkan pemilihan presiden yang disebut AS penuh kecurangan. Oposisi utama koalisi Perserikatan Demokratik mengumumkan akan memboikot pemilihan 22 April dan menolak untuk mengajukan kandidat untuk menentang Presiden Maduro.
Menanggapi pengumuman terakhir, koalisi tersebut mengatakan akan mempertahankan pemboikotannya, dengan mengatakan bahwa pemilihan tersebut masih akan menimbulkan kecurangan. Organisasi tersebut men-tweet bahwa tidak ada anggotanya yang telah menandatangani kesepakatan dengan Dewan Pemilu.
Tapi satu politisi oposisi, Henri Falcn, mematahkan barisan dan menempatkan dirinya sebagai kandidat. Belum jelas apakah penundaan pemungutan suara akan menggoda politisi oposisi.
Kandidat oposisi paling terkenal, seperti Henrique Capriles dan Leopoldo Lpez, dilarang mengikuti pemilihan. Lainnya meninggalkan negara ini karena takut ditangkap. Seorang pejabat pemerintah AS mengatakan penundaan ini kemungkinan tidak akan mendorong pemerintah AS untuk menghentikan sanksi.