REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandangan anti-Muslim kadang-kadang dicampur dengan antiimigran dan atau ras serta prasangka berbasis etnis dan bias. Perlakuan semacam ini pernah diterima oleh guru Muslim di Toronto, Shalwar Kameez.
Saat mengajar di sekolah, ia pernah mengenakan baju bermotif khas India. Ia pun mendapat cibiran dari sejumlah teman seprofesinya. “Uh! Kau tampak seperti mereka (Muslim),” katanya menirukan cemoohan koleganya.
Meski demikian, Muslim di Ontario masih beranggapan positif tentang hak-hak dan kebebasan menjalankan keyakinan dan ritual agama mereka. Tak sedikit yang mengutip Piagam Kanada atau Ontario Human Rights Code yang melindungi hak asasi tersebut.
Ini terlihat dari keterlibatan Muslim sepanjang 10 hingga 15 tahun terakhir dengan Dewan Sekolah Distrik Toronto (TDSB), entah sebagai guru, pendidik, atau administrator sehingga mampu mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang bersentuhan langsung dengan pelaksanaan praktik keagamaan.
Sebagai respons terhadap Islamofobia di masyarakat Kanada, tak terkecuali di wilayah Ontario, muncul beragam komentar seperti pentingnya menggambarkan diri mereka sendiri dan komunitas mereka sebagai Kanada dan sebagai Muslim dengan cara-cara yang positif dalam interaksi sosial mereka sehari-hari.
Muslim di Ontario dituntut mampu berbaur dengan komunitas lokal tanpa harus mengisolasi diri dari dunia luar. Inisiatif itu bisa membantu menciptakan kohesi sosial yang harmoni.
Termasuk desakan agar pemerintah melindungi hak-hak beragama dan kebebasan Muslim Kanada di bawah hukum. Dan, terakhir memberikan edukasi kepada generasi muda lewat pendidikan dengan melibatkan guru-guru Muslim di berbagai sekolah.