Jumat 02 Mar 2018 14:40 WIB

Derita Si Pembawa Berhala

Syirik dan bid'ah mengantarkan Amar kepada siksa yang pedih di neraka.

Berhala kayu yang diperkirakan berusia 11 ribu tahun.
Foto: siberiantimes.
Berhala kayu yang diperkirakan berusia 11 ribu tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Selama masa kekosongan wahyu futhurusai meninggalnya Nabi Isa AS dan sebelum Allah SWT mengutus Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul, masyarakat Arab Jahiliah di kawasan Hijaz dan sekitarnya masih mempertahankan agama tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim AS. Warga yang tinggal di sekitar Ka'bah tidak terpengaruh keyakinan-keyakinan asing, baik dinamisme ataupun anisme. 

 

Namun, pemandangan itu berubah ketika Amar bin Luhayyi al-Khaza'i memperkenalkan berhala kepada warga Hijaz dan mengajak segenap masyarakat di kawasan itu agar menyembah patung-patung tak bernyawa tersebut. “Ia adalah sosok yang pertama kali mengubah agama Ibrahim,” sabda Rasul seperti riwayat Ibnu Abbas. 

 

Amar berasal dari suku Khaza'ah dan merupakan pembesar di wilayah Hijaz ketika itu. Kelompok ini sempat berkuasa di Hijaz untuk beberapa waktu. Kekuasaan yang dimiliki digunakan untuk menancapkan hegemoni dan taring mereka di daerah sekitar Ka'bah. Pengelolaan Rumah Allah SWT itu pun, dilakukan secara semena-mena.

 

Arogansi dan kesewang-wenangan Khaza'ah mafhum bila menengok status sosial yang mereka tapaki pada masa itu. Ini tampak dari kekayaan yang dimiliki Amar. Seperti digambarkan oleh para sejarawan, hartanya melimpah ruah. Ia mempunyai 20 ribu unta. Terkadang, ketika musim haji, ia menyembelih 10 ribu ekor kambing. Perhiasannya mencapai 10 ribu tiap tahun. Ia kerap mentraktir makan warga Arab serta memanjakan mereka dengan menu berlemak dan madu. Posisi istimewa yang diraih Amar itu menempatkannya sebagai poros dan kutub hukum di kalangan warga Hijaz. Perkataan dan perbuatannya menjelma menjadi “syariat”.

 

Ibnu Hisyam mengisahkan, Amar bersentuhan dengan dunia berhala usai kunjungan rutinnya ke Syam (kini Suriah) untuk keperluan perniagaan. Sewaktu ia sampai di Ma'ab, daerah Balqa', ia bertemu dengan suku Amaliq, keturunan Imlaq bin Lawuz bin Sam bin Nuh. Amar melihat penduduk setempat tengah beribadah di hadapan berhala. Ia pun bertanya-tanya, “Apa gerangan patung yang kalian sembah?” 

 

Warga memberitahu Amar bahwa berhala itu mereka sembah laiknya tuhan. Sembahan mereka itu berkuasa atas segala sesuatu. Ketika ingin meminta hujan, berhala itu pun akan mengabulkannya, jika menghendaki kemenangan perang, patung-patung tersebut akan mewujudkannya. 

 

Amar akhirnya tertarik dan meminta warga Ma'ab berkenan memberinya satu berhala supaya dibawa dan diperkenalkan kepada penduduk Hijaz, lalu mereka sembah. Permintaan itu diiyakan. Amar membawa pulang sebuah berhala yang bernama Hubal. Sesampainya di Makkah, Hubah ia letakkan di sekitar Ka'bah dan memerintahkan segenap warga untuk menjunjung tinggi dan menyembahnya.

 

Mereka membuat bacaan khusus bagi Hubal dengan bacaan: “Labbaikallahumma labbaik, labbaika la syarika lak, illa syarikan huwa lak, tamlikuhu wa ma malak (Aku jawab panggilan-Mu ya Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang Engkau miliki).” 

 

Lagi-lagi, usut punya usut, talbiah ini diciptakan Amar. Ia mendapat bisikan dari iblis yang menjelma sebagai orang tua renta. Talbiah itu lantas populer.

 

Penyimpangan itu tak terhenti di ranah akidah. Amar membuat pula sejumlah bid'ah atau “syariat” baru yang tidak pernah terdapat di syariat Ibrahim AS. Beberapa bid'ah itu seperti yang dijelaskan surah al-Maidah ayat 103, antara lain, bahiirah ialah unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima itu jantan, lalu unta betina itu dibelah telinganya, dilepaskan, tidak boleh ditunggangi lagi, dan tidak boleh diambil air susunya.

 

Kedua, saaibah, yaitu unta betina yang dibiarkan pergi ke mana saja lantaran sesuatu nazar. Seperti, jika seorang Arab Jahiliah akan melakukan sesuatu atau perjalanan yang berat, ia biasa bernazar akan menjadikan untanya saaibah bila maksud atau perjalanannya berhasil dengan selamat.

 

Ketiga, washiilah, yakni seekor domba betina melahirkan anak kembar yang terdiri atas jantan dan betina. Maka, yang jantan disebut washiilah, tidak disembelih dan diserahkan kepada berhala. Dan, keempat adalah ham, yaitu unta jantan yang tidak boleh diganggu gugat lagi karena telah dapat menghamili unta betina 10 kali. 

 

Kepercayaan itu pun lalu mengakar dalam tradisi masyarakat Arab Jahiliah, hingga akhirnya keyakinan tersebut diruntuhkan dengan kedatangan rasul, yakni Muhammad SAW. 

 

Amar pun mendapatkan pembalasan setimpal atas “warisan” kepercayaan yang ia tinggalkan bagi masyarakat Hijaz kala itu. “Amar mencabik-cabik lambungnya di neraka,” kata Rasulullah mengisahkan balasan untuk Amar. Ganjaran setimpal bagi mereka yang menyekutukan Sang Khalik dengan apa pun.  

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement