REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum yang juga sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Syaiful Bakhrili menegaskan, di dalam hukum pidana, pengembalian dan pemulihan uang negara oleh pelaku tindak korupsi tidak bisa membatalkan suatu perbuatan tindak pidananya.
Di dalam sebuah tindakan kasus pidana korupsi, Syaiful kembali menegaskan jelas bahwa KPK mendahulukan proses pengembalian keuangan negaranya, setelah itu baru proses pemidanaan dan penghukumannya.
"Jadi tidak bisa didahulukan penghukumannya, kalau dihukum tanpa merampas keuangan negara, maka tujuan hukum pidana korupsinya tidak tercapai," ujar Syaiful ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (2/3).
Menurutnya, tujuan pencegahan tindak pidana korupsi adalah recovery yakni pengembalian keuangan negara. Hal itu merupakan dasar hukum international. Dengan begitu, untuk mencegah keuangan negara itu, seseorang harus dihukum.
"Semisal OTT, objeknya yakni uang, uangnya ditahan. Pelakunya tetap dipidana, jadi dobel. Ternyata pelaku banyak mengambil uang negaranya, maka putusan pidananya penjara dan denda jadi satu paket, ditambah dengan pengembalian keuangan negara, dan harta kekayaannya disita," ujarnya.
Dari situ dapat dilihat, dalam pemidanaan kasus korupsi, menurutnya sangatlah berat. Tetapi, masih banyak yang melakukannya. Meskipun berat, prilaku korupsi tetap bertambah dari tahun ke tahun.
"Secara sistemik korupsi berlangsung ada. Berarti ada konsep apa yang salah ya. Atau begini, segala aspek kehidupan itu memang korupsi semua. Yang ketangkep saja yang sial," tutupnya.