Jumat 02 Mar 2018 21:29 WIB

Tantangan Pemuda Mengawal Pemilu

Banyak rintangan yang membuat peran itu kadang tidak terlaksana secara maksimal.

Pemuda Mengawal Pemilu di Angkringan Enaknan, Rabu (28/2).  Jagongan diisi Ketua KPU DIY Hamdan Kurniawan, Jurnalis Republika Wahyu Suryana dan Tim Narasi Mata Najwa Mac Arif Hamdanas.
Foto: Angkringan Enaknan
Pemuda Mengawal Pemilu di Angkringan Enaknan, Rabu (28/2). Jagongan diisi Ketua KPU DIY Hamdan Kurniawan, Jurnalis Republika Wahyu Suryana dan Tim Narasi Mata Najwa Mac Arif Hamdanas.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DIY, Hamdan Kurniawan mengatakan, pemuda memang memiliki peran penting untuk mengawal pemilu. Sayangnya, banyak rintangan yang membuat peran itu kadang tidak terlaksana secara maksimal.

"Misalkan diminta melaporkan jika melihat money politic, itu sulit, malas karena dianggap menjadi saksi akan diminta ini itu, repot dipanggil terus, ditanya-tanya," kata Hamdan dalam Jagongan Pemuda Mengawal Pemilu di Angkringan Enaknan, Rabu (28/2) lalu.

Selain itu, munculnya politik identitas yang dihembuskan melalui berita-berita hoaks, yang dirasa bisa menjadi ancaman riil pemecah kebhinekaan Indonesia. Terlebih, bangsa ini hidup di tempat yang begitu kaya, sehingga banyak yang ingin Indonesia pecah.

Untuk itu, kemampuan pemuda menangkal hoaks secara tidak langsung menunjukkan seberapa berkualitas pemuda tersebut. Pasalnya, di era teknologi seperti sekarang rasanya sulit menangkap hoaks masuk, dan yang bisa dilakukan tidak lain pengendalian diri.

"Dan pemilu sangat mungkin ditumpangi itu, Pilkada Jakarta misalnya, perang cyber luar biasa, tarik menarik sampai terjadi pembelahan dua kutub," ujar Hamdan.

Senada, Tim Narasi Mata Najwa, Mac Arif Hamdanas melihat, politik identitas merupakan salah satu masalah besar yang harus dihadapi. Ia merasa, kondisi itu jika dibiarkan hanya akan membuat perpecahan di tengah-tengah masyarakat.

Karenanya, ia mengimbau kepada masyarakat luas, khususnya pemuda, agar tidak membiarkan dirinya mudah terhasut. Menurut Mac, mendukung calon-calon pemimpin bisa dengan cara-cara yang sehat, tidak harus dengan cara-cara yang tidak baik.

"Bermain cantik saja, kalau mau mendukung ya kampanyekan kelebihan-kelebihan masing-masing, tidak perlu menjelek-jelekkan orang lain," ujar Mac.

Terkait kiat-kiat masyarakat awam memilah pemimpin yang baik, Jurnalis Republika, Wahyu Suryana, memberikan sedikit masukannya. Salah satunya dapat dilakukan dengan membiasakan diri agar tidak menjadi seorang yang fanatik.

Wahyu menekankan, tidak ada manusia yang sempurna, sehingga tidak perlu mendukung secara membabi-buta. Artinya, kritik-kritik harus diterima dengan lapang dada, dan saat memberi kritik biasakan diri untuk bersikap adil sejak dalam pikiran. "Jadi kalau kita suka sama kelapa, nikmati saja air dan dagingnya, tidak perlu membabi buta memakan batok dan sabutnya," kata Wahyu.

Selain itu, ia menyarankan, agar setiap orang membedakan fungsi media sosial sebagai alat komunikasi, dan media massa sebagai sumber informasi. Pasalnya, tidak sedikit orang yang terbuai dan kerap menikmatinya dengan fungsi yang keliru.

Ia menambahkan, masyarakat juga perlu memperluas kawah informasinya, dan biasakan diri untuk menerima informasi-informasi dari sumber yang memiliki dua sudut pandang berbeda. Menurut Wahyu, kebiasaan itu secara tidak langsung membangun sikap adil seseorang sejak dalam pikiran. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement