REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai perkara pengembalian uang korupsi bisa membatalkan pidana korupsi, jelas bertentangan dengan pasal 4 UU Tipikor yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan tindak pidananya. Pengembalian hanya berpengaruh terhadap besar kecilnya hukuman.
"MOU dan kebijakan yang demikian, jelas jelas telah mendegradasi Tipikor sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja, sikap ini berbahaya sebab dipastikan akan melahirkan 'semangat korupsi dulu' kalau ketahuan, ya kembalikan," ujar Abdul Fickar melalui pesan singkat kepada Republika.co.id, Jumat (2/3).
Menurutnya, proses pidana bisa menjadi tidak dilakukan, jika mekanisme penyelesaian Audit BPK diikuti dengan pengembalian kerugiannya, maka perkara tidak akan dilakukan penuntutan pidana. Namun, jika mekanisme BPK tidak diikuti, persoalan akan masuk ke ranah pidana dan jika sudah demikian tidak bisa dihentikan dengan alasan apapun.
"KPK sebagaj lembaga suvervisi penanganan kasus tipikor punya kewenangan mengambil alih jika dalam penanganan korupsi oleh lembaga lain mengandung korupsi. Kesepakatan itu bertentangan dengan UU tipikor," ujarnya.
Dengan demikian, jika terjadi hal itu, negara akan makin mentoleransi dan menguatkan sistem politik yang mahal dan koruptif. "Dan ini menurut saya proses pembusukkan bangsa yang sedang terjadi," tuturnya.
Ia mengatakan, presiden harus ikut bertanggung jawab mencegah hal ini. Pembangunan harus tetap berjalan, tetapi korupsi juga tidak boleh ditoleransi.