REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang membahas soal pemilu dianggap sebagai blunder. Hal itu menguntungkan PSI, namun merugikan sosok Jokowi.
"Iya (blunder). Maksudnya, kalau bicara masalah di luar kenegaraan sebaiknya tak dilakukan di dalam jam kerja dan menggunakan fasilitas negara," tutur Founder Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/3).
Sebetulnya, kata Hendri, hal tersebut akan baik-baik saja jika Ketua Umum PSI Grace Natalie tidak mengumumkan hal tersebut kepada publik. Menurutnya, hal tersebut lebih menguntungkan PSI ketimbang Jokowi. Presiden ke-7 Republik Indonesia itu sangat dirugikan dengan adanya pembicaraan mengenaik pertemuan itu.
"Karena publik melihatnya blunder, sebuah hal yang sebenarnya tak menguntungkan Jokowi juga. Dia tak pernah begini sebelumnya, sangat hati-hati. Ini agak loose dia, sayang sekali," katanya.
Meski demikian, ia merasa, sebetulnya presiden boleh menerima siapa pun di Istana Negara. Hanya saja, perbincangannya tak boleh diumbar secara keseluruhan. Apa yang Jokowi dan PSI bincangkan masuk ke ranah pemilihan presiden 2019 atau politik praktis.
"Jauh dari kebijakan. Kalau mau kan bisa dilakukan di pokso PSI atau di luar jam kerja," tuturnya.
Sebelumnya, PSI melakukan kunjungan ke Istana Negara untuk bertemu dengan Presiden Jokowi. Dalam pertemuan itu, PSI menyampaikan upaya mereka dalam ikut serta memenangkan kembali Jokowi dalam pemilihan presiden 2019.
Ketua Umum PSI Grace Natalie mengatakan, pertemuan ini adalah yang ketiga kali bagi Jokowi dan PSI, karena partai yang tahun ini lolos dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut telah mendeklrasikan secara langsung mendukung Jokowi.
"Jadi hari ini kita lebih ke silaturahmi, sekaligus Pak Jokowi memberikan tips-tips agar PSI bisa mencapai target menang pemilu 2019," ujar Grace, Kamis (1/3).