REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung rencana dibentuknya peraturan pembatasan penggunaan gawai unuk anak. Namun, KPAI berharap regulasi tersebut harus pula dapat mengedukasi para orang tua terkait baik dan buruknya gawai.
"Sebetulnya kami pernah berdiskusi dengan Menteri PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dan dia menyampaikan model Australia. Semua orang tua di sana kalau menelpon itu tidak lama dan menggunakan telepon dengan kabel," tutur Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra kepada Republika.co.id, Sabtu (3/3).
Dengan begitu, gawai yang para orang tua di Australia hanya digunakan untuk mengirim pesan singkat melalui SMS. Apabila memang mengarah ke sana, kata Jasra, maka telepon model lama atau yang tidak terlalu canggih harus difungsikan kembali.
"Karena kalau dia tetap memakai gawai untuk menelpon dan bermedia sosial, ya tentu anak melihat dan berpikir kenapa dia dibatasi, padahal orang tuanya sendiri sibuk dengan itu," tuturnya.
Meski mahzabnya pembatasan penggunaan, lanjut Jasra, jika anak melihat orang tuanya bebas menggunakan gawai dan tak dibatasi, maka anak tersebut akan secara diam-diam juga mengaksesnya. Jadi, menurutnya, regulasi tentang pembatasan penggunaan gawai tersebut haruslah pula dapat mengedukasi sang orang tua.
"Kalau cuma anak yang dibatasi sementara orang tua tidak dibatasi, saya rasa kebijakan ini tidak akan efektif," ungkapnya.
Pembatasan itu dapat berupa menggunakan telepon yang biasa saja, yang berfungsi untuk menelepon dan mengirim pesan singkat. Untuk bersurel, ujar Jasra, bisa dilakukan dengan menggunakan laptop atau komputer.
"Artinya fitur-fitur yang ada di gawai itu kan harus dibatasi kalau memang anak dibatasi. Tapi kalau orang tua tetap bersosial media kemudian ada gawai di sekitar situ, saya yakin anak akan ikut juga," kata dia.
Jasra kemudian menuturkan, terkadang ada beberapa orang tua yang tidak mau anaknya menangis atau ribut dan kemudian anaknya itu diberikan gawai. Orang tua mengambil jalan pintas untuk membuat anaknya tidak ribut lagi. Hal seperti itu juga perlu diedukasi kepada orang tua agar tak lagi seperti itu.
"Kadang akses anak untuk ke gawai juga didorong oleh orang tua ya. Kemudian lingkungan di sekitarnya tentu harus diberi pemahaman agar anak ini diberikan informasi yang baik soal apa manfaat dan mudarat dari gawai," katanya.
Ia mengungkapkan, pada dasarnya KPAI sangat mendukung rencana pembuatan kebijakan tersebut. Terlebih setelah melihat fenomena yang terjadi beberapa waktu ke belakang. Ada beberapa hal tidak bisa dihindari terkait dampak-dampak negatif penggunaan gadget bagi anak.
Jasra memberikan contoh adanya anak yang kecanduan menggunakan gawai dan ancaman predator anak. Di mana anak yang bersosial media tak tahu ada hal yang mengancam keselamatan anak itu sendiri.
"Pada prinsipnya KPAI setuju. Tapi kan agar kebijakan ini bisa efektif, ya polanya seperti itu. Hidupkan telepon lama lagi untuk komunikasi, kemudian gawai ini fitur-fiturnya dibatasai agar tidak terlalu banyak. Sehingga akses anak juga bisa dibatasi," ungkap dia.