REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur LBH Masyarakat Ricky Gunawan menilai, rencana Kejaksaan Agung yang ingin melaksanakan eksekusi mati jilid 4 kontra-produktif dengan diplomasi Indonesia di arena politik internasional. Jaksa Agung HM Prasetyo mengindikasikan eksekusi mati jilid empat akan dilaksanakan 2018.
Indonesia baru saja menerima kunjungan Komisioner Tinggi HAM PBB pada Februari 2018, dan mengincar posisi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020.
Indonesia juga sedang gencar menyelamatkan ratusan buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati. “Eksekusi mati justru akan mencoreng citra Indonesia di hadapan komunitas internasional,” kata Ricky dalam keterangan tertulisnya, Ahad (4/3).
LBH Masyarakat mendesak Jaksa Agung untuk menghentikan segala rencana mengadakan eksekusi mati tersebut. Daripada menyiapkan rencana eksekusi mati, lanjut Ricky, lebih baik Kejaksaan Agung mempercepat reformasi birokrasi di dalam tubuh kejaksaan. Kejagung juga diminta menyelesaikan segala perkara korupsi besar dan pelanggaran HAM masa lalu yang belum juga tuntas.
Salah satu alasan pemberlakuan hukuman mati adalah persoalan narkotika di Indonesia yang kian parah. LBH Masyarakat mendukung upaya pemerintah Indonesia menangani persoalan narkotika, tetapi upaya tersebut harus sejalan dengan hak asasi manusia dan berbasis bukti ilmiah.
"Maraknya peredaran gelap narkotika sekalipun Indonesia telah melakukan tiga kali eksekusi mati memperlihatkan bahwa eksekusi mati tidak memberikan efek jera, sebagaimana juga telah dibuktikan melalui banyak penelitian di banyak negara, ujar Ricky.
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan, hukuman eksekusi mati masih berlaku di Indonesia. Pasalnya, hukum positif di Indonesia masih mengatur mekanisme hukuman mati tersebut. Ia pun menyatakan, pelaksanaan hukuman mati itu tinggal menunggu waktu.
"Timing-nya kita sedang timbang-timbang, kapan saat yang tepat untuk melaksanakan eksekusi. Jangan dipikir kita tidak akan melaksanakan, untuk putusan hukuman mati yang sudah inkrah dan urusan telah terpenuhi kita laksanakan," ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (1/3).
Sepanjang Prasetyo menjabat sebagai Jaksa Agung, sudah tiga kali eksekusi mati dilaksanakan. Pada 18 Januari 2015 terhadap enam terpidana mati. Kemudian, pada 29 April 2015 diberlakukan pada delapan terpidana mati. Lalu, yang terakhir, Jumat 29 Juli 2016 empat terpidana mati yakni Freddy Budiman, Humprey Jefferson, Seck Osmane dan Michael Titis dieksekusi.