REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tertangkapnya para calon kepala daerah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 menjadi keprihatinan sejumlah pihak. Sebab, sesuai jadwal saat ini para calon kepala daerah itu semestinya tengah berkampanye untuk kemenangannya menuju pemungutan suara 27 Juni mendatang.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono menilai penangkapan calon kepala daerah melalui operasi tangkap tangan KPK tentu membuat perubahan peta politik di setiap daerah Pilkada. "Kalau kena OTT pasti peta politik berubah, seperti Lampung, dia kan 4 calon, satu kemudian gugur ya ini kemana. Kemudian NTT ditangkap ya pasti peta politik berubah, Sulawesi Tenggara, calonnya ketangkap pasti peta politik berubah karena di belakang yang ketangkap ada peta politik," ujar Soni saat dihubungi pada Ahad (4/3).
Menurutnya, secara langsung OTT juga akan mempengaruhi konstelasi politik lokal di daerah tersebut. Ia pun menyesalkan tertangkapnya para calon kepala daerah menjelang dekat dengan Pilkada.
"OTT pilkada oleh KPK ini secara langsung ini pasti memberikan pengaruh terhadap konstelasi politik lokal dalam Pilkada, kita nggak bisa hindari itu tapi saya kira proses hukum jalan terus dan pilkada jalan terus, keduanya memang berkorelasi," kata Sumarsono.
Ia berharap dengan maraknya penangkapan oleh KPK, membuat calon kada khususnya dari pejawat berhati-hati dan jera untuk tidak melakukan korupsi. Mengingat, penangkapan calon kepala daerah terlibat dugaan suap kebanyakan para calon dari pejawat atau sebelum kepada daerah.
Meski ia mengakui, penyebab korupsi karrna mahalnya biaya politik dalam Pilkada yang membuat semua pihak menghalalkan segala cara untuk mendaptkan banyak uang.
"Bagi Kemendagri sekali diumumkan OTT maka kita akan langsung tunjuk plt. Kita tegas terhadap OTT dan mendukung KPK," ucap Sumarsono.
(Baca: KPU: Sudah 5 Calon Kepala Daerah Berstatus Tersangka Korupsi)