REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran menolak melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) dan Eropa untuk program rudal balistik yang tengah dikembangkannya. Iran berkenan bernegosiasi jika AS dan Eropa telah membongkar dan menghancurkan senjata nuklirnya.
"Kondisi untuk menegosiasikan rudal Iran adalah penghancuran senjata nuklir dan rudal jarak jauh AS serta Eropa," ujar juru bicara Angkatan Bersenjata Iran MasoudJazayeri, dikutip laman Middle East Monitor, Sabtu (3/3).
Menurutnya, program rudal Iran bersifat defensif karena hanya berfungsi sebagai pencegah. Di sisi lain, program rudal ini pun tak dilarang dan tak diatur dalam kesepakatan nuklir Iran dengan lima negara kekuatan dunia. Hal tersebut dibuktikan dengan pencabutan sanksi terhadap Teheran.
Iran dan lima negara kekuatan dunia, yakni AS, Inggris, Prancis, Rusia, Cina, ditambah Jerman dan Uni Eropa berhasil menyepakati sebuah kesepakatan nuklir. Kesepakatan itu ditandatangani pada Oktober 2015 dan mulai dilaksanakan pada awal 2016.
Kesepakatan nuklir Iran tercapai melalui negosiasi panjang dan alot. Tujuan dari kesepakatan tersebut adalah satu, yakni memastikan bahwa penggunaan nuklir Iran hanya terbatas pada kepentingan sipil dan bukan untuk keperluan militer. Imbalannya adalah sanksi dan embargo ekonomi terhadap Teheran akan dicabut.
Namun dalam kesepakatan nuklir tersebut tidak disinggung perihal pengembangan rudal balistik yang saat ini tengah gencar dilakukan Iran. Kondisi tersebut kemudian memicu protes Preside nAS Donald Trump. Ia menilai kesepakatan nuklir Iran yang disepakati pada era Barack Obama cacat dan harus direvisi.
Pada pertengahan Oktober 2017, Trump menolak memperpanjang kesepakatan nuklir tersebut. Ia menuding Iran telah melanggar kesepakatan dengan membangun senjata nuklir berbahaya.