Senin 05 Mar 2018 15:31 WIB

MUI Minta Polri tak Pandang Bulu Tangkap Penyebar Hoaks

Wakil Ketua MUI menegaskan, siapapun pelakunya harus ditangkap dan ditindak tegas

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung langkah Polri melakukan penindakan hukum terhadap para pelaku kejahatan di dunia maya. Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Saadi menegaskan, siapapun pelakunya harus ditangkap dan ditindak tegas.

"Siapa pun dia harus ditindak dengan tegas karena melakukan penyebaran kebohongan hoaks ujaran kebencian, penghinaan, fitnah Adu Domba dan pencemaran nama baik terhadap para pemimpin, tokoh agama dan pejabat negara," katanya di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (5/3).

Zainut meminta Polri agar dalam penanganan cybercrime ini fokus kepada tindak pidana kriminalnya. Polisi diminta tidak mengaitkan identitas pelakunya baik dari segi suku, ras, etnis maupun agamanya. "Karena apa, ini menimbulkan ketersinggungan kelompok yang itu justru kontraproduktif di dalam penanganan kasus ini," ujarnya.

Zainut menambahkan, perbuatan penyebaran hoaks disamping bertentangan dengan hukum positif, juga tidak dibenarkan menurut syariat Islam atau haram. Hal ini dapat menimbulkan perasaan ketakutan perpecahan permusuhan yang dapat menimbulkan kerusakan di dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui sosial. Dalam fatwa itu disebutkan bahwa setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan ghibah, fitnah namimah,penyebaran permusuhan, aksi bullying dan ujaran kebencian lainya.

"Ini diharamkan. MUI juga mengharamkan kegiatan memproduksi menyebarkan dan atau membuat dapat diaksesnya konten atau informasi yang tidak benar kepada masyarakat," kata dia.

Penyebaran hoaks sebagai profesi juga dilarang atau diharamkan baik untuk kepentingan apapun. Demikian pula bagi orang yang menyuruh mendukung membantu memanfaatkan jasa buzzer, menurut Zainut, orang yang memfasilitasi serta penyandang dana penyandang dana kegiatan tersebut juga diharamkan.

"Untuk hal itu, MUI meminta kepada Kepolisian Republik Indonesia untuk mengusut tuntas kejahatan siber crime secara cepat proporsional profesional adil dan transparan," ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement