Senin 05 Mar 2018 16:43 WIB
Sarasehan Kerukunan Pemuka Agama Se-Tangsel

Ini tiga Pesan Soal Penyiaran Agama dan Rumah Ibadah

Penyiaran agama tidak mengganggu kerukunan dan keharmonisan antarumat.

Rep: Novita Intan/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah pemuka agama berkumpul di Kantor Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) untuk bersilaturahim, Senin (5/3). Acara tersebut dihadiri Din Syamsuddin dan Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany.
Foto: Republika/Novita Intan
Sejumlah pemuka agama berkumpul di Kantor Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) untuk bersilaturahim, Senin (5/3). Acara tersebut dihadiri Din Syamsuddin dan Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP) menyelenggarakan Musyawarah Besar Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa se Tangerang Selatan di Kantor Wali Kota Tangerang Selatan. Musyawarah antar agama dengan mengusung tema 'Rukun dan Bersatu Kita Maju'ini salah satu bahasannya menyangkut penyiaran agama dan pendirian rumah ibadah.

Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) AM Ramli mengatakan, kerukunan berarti saling menghormati, saling menghargai, saling membiarkan tetapi tidak memaksa. "Kerukunan itu berdasarkan kesepakatan-kesepakatan. Kesepakatan itu harus dijaga," ujarnya usai acara Sarasehan Kerukunan Pemuka Agama Se-Tangsel, Senin (5/3).

Adapun salah satu pembahasan dalam musyawarah tersebut adalah penyiaran agama dan pendirian rumah ibadah. Hasilnya melahirkan tiga pesan dari pemuka agama di tingkat kabupaten/kota, yakni: pertama, pemuka agama memandang bahwa penyiaran agama hendaknya tetap dalam semangat menghormati dan menghargai agama lain, serta menghindari berbagai cara yang dapat menimbulkan prasangka saling merebut umat agama lain, dan tidak menggunakan simbol-simbol khas agama lain dalam penyiaran agama. "Penyiaran agama tidak mengganggu kerukunan dan keharmonisan antarumat beragama," katanya.

Baca Juga: Din Syamsuddin Sosialisasi Kerukunan Bangsa di 10 kota

Kedua, pemuka agama memandang bahwa dalam pendirian rumah ibadat penting mengacu pada regulasi yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, karena hal ini merupakan kesepakatan tokoh-tokoh agama, bukan dimaksudkan untuk kepentingan salah satu agama atau menghambat agama lain.

Namun, dimaksudkan untuk mengatur kehidupan beragama agar memberikan kepastian serta tidak menimbulkan multitafsir yang justru akan dapat mengakibatkan ketidakrukunan di antara umat beragama di akar rumput. "Oleh karena itu, di sinilah pentingnya penegakkan hukum dengan bijak, berkeadilan, dan memberikan kepastian hukum," ungkapnya.

Terakhir, pemuka agama memandang bahwa Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tetap berlaku sebagai acuan hukum dalam pendirian rumah ibadat."Kita menyambut baik musyawarah besar ini, yang menjaga jangan sampai ada pihak yang menodai agama. Karena, jika satu agama dinodai berarti menodai semua agama yang ada," ungkapnya.

"Jika kita rukun intra agama dan antar agama, maka kita menjadi kuat, kita bersatu, dan kita maju. Oleh karena itu, mari kita jaga kerukunan ini. Kita perkuat kerukunan ini. Mari kita bekerja sama dalam hal-hal yang kita sudah sepakat. Mari kita saling memaafkan dalam hal yang berbeda pendapat," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement