REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Mahkamah Agung (SC) Pakistan menolak sebuah petisi yang diajukan ulama Masjid Lalihwal seruan pengenaan hukum syariah di negara tersebut, Senin (5/3). Padahal, melalui petisi itu, ulama tersebut berpendapat satu-satunya solusi untuk menghilangkan semua kejahatan dan tantangan di ranah keamanan nasional, kohesi sosial, ekonomi nasional, perang terorisme, dan ketidakstabilan politik adalah menegakkan hukum syariah.
Ketua Mahkamah Agung Pakistan Mian Saqib Nisar mendengar seruan di kantor SC. Kantor Panitera Mahkamah Agung mengembalikan permohonan Maulana Abdul Aziz agar tidak dipertahankan pada Februari 2016 sambil mengajukan beberapa keberatan, kata Nisar dilansir di The Express Tribune, Senin (5/3).
Selama persidangan, Hakim Nisar mendengar banding tersebut terhadap keberatan kantor panitera. Kemudian, dia menyimpulkan, menolak permohonan Aziz, karena mempertahankan keberatan yang diajukan oleh kantor SC.
Pada Desember 2015, Aziz telah mendekati pengadilan tertinggi dengan mengajukan sebuah undang-undang konstitusional berdasarkan Pasal 184 (3) melalui penasihatnya Tariq Asad.
Melalui petisi tersebut, ulama tersebut berpendapat satu-satunya solusi untuk menghilangkan semua kejahatan dan tantangan di ranah keamanan nasional, kohesi sosial, ekonomi nasional, perang terorisme, dan ketidakstabilan politik adalah menegakkan hukum syariah. Petisi tersebut mengutip presiden, pemerintah, pembicara majelis nasional, sekretaris hukum, keadilan dan urusan parlemen, gubernur keempat provinsi dan Dewan Ideologi Islam (CII) sebagai responden.
Aziz meminta SC mengarahkan responden untuk membuat amandemen yang diperlukan di dalam Konstitusi benteng pelaksanaan pembelaannya. Selain itu, Aziz meminta pengadilan tinggi mengambil langkah-langkah yang dipertimbangkan dalam Konstitusi untuk menegakkan hukum syariah di negara tersebut. Dia juga meminta pengadilan mengarahkan responden agar melakukan amandemen yang diperlukan dalam Konstitusi untuk hal ini.
Petisi dari Aziz tersebut menyatakan Pakistan didirikan atas dasar ideologis dan bukan alasan teritorial. "Nilai-nilai Islam dan moral yang tercantum dalam Resolusi Objektif mewakili aspirasi bangsa dan menawarkan gagasan moral dan sejarah untuk memahami konstitusi," kata Aziz selaku pemohon.
Aziz menuding Pakistan itu Indianised and westernized melalui media elektronik. Ia mencontohkan, generasi muda terinspirasi untuk mengadopsi pemodelan dan akting, menyanyi dan menari sebagai karir. Ia mengeluh, hak perempuan dipublikasikan, seolah-olah pria merampas hak dalam masyarakat yang didominasi laki-laki.
"Semua kejahatan ini berkembang karena kelalaian pemerintah federal dan institusi yang menentang ketentuan konstitusi," ujar Aziz menyimpulkan.