Senin 05 Mar 2018 19:14 WIB

Perusahaan Sawit Sekitar TNTN Masih Boleh Panen

Ada 11 pemegang Hak Guna Usaha (HGU) kelapa sawit seluas 70.193 ha di kawasan hutan.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Dwi Murdaningsih
Kelapa Sawit
Kelapa Sawit

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) masih memberi izin perusahaan melakukan panen sawit yang berada di areal Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Meski upaya revitalisasi TNTN terus dilakukan.

Anggota Tim Revitalisasi TNTN Hariadi Kartodihardjo mengatakan, pihaknya tetap mengizinkan kelapa sawit yang ada di TNTN dipanen. Namun tidak lagi melakukan penaman. Bahkan, sebanyak 58 pabrik pengolahan akan dilegalkan hingga sawit selesai panen.

"Karena masyarakat tidak bisa berhenti begitu saja," ujarnya, Senin (5/3).

Wilayah ekosistem Tesso Nilo berada di Provinsi Riau yang meliputi tiga Kabupaten yaitu Kampar, Pelalawan dan Kuantan Singingi, termasuk kawasan Taman TNTN dan wilayah hutan produksi di sekitarnya dengan total luas sekitar 916.343 hektare.

"Di Tessonilo saja 54 persennya sudah jadi sawit," katanya.

Saat ini dari areal TNTN seluas 81.793 hektare, telah terjadi perambahan pada areal seluas 44.544 hektare atau 54 persen, sedangkan areal eks perusahaan PT Hutani Sola Lestari seluas 45.990 hektare dan areal eks PT Siak Raya Timber seluas 38.560 hektare, juga telah dirambah seluas 55.834 hektare (66 persen).

"Selain itu, dari 13 hutan tanaman industri dengan luas sekitar 750 ribu hektare, yang terdapat di sana, sembilan diantaranya terdapat klaim lahan," kata dia.

Hasil inventarisasi juga menunjukkan ada 11 pemegang Hak Guna Usaha (HGU) kelapa sawit seluas 70.193 hektare dengan 15.808 areal kerjanya berada di dalam kawasan hutan. Dalam wilayah ekosistem Tesso Nilo terdapat 23 desa dan empat desa diantaranya berbatasan langsung dengan kawasan TNTN.

Ia mengakui, Kondisi ekosistem Tesso Nilo tersebut merupakan tipologi permasalahan yang cukup kompleks.

"Hubungan antara fungsi hutan, flora-fauna langka yang perlu dilindungi, dinamika sosial-ekonomi-politik masyarakat lokal, adat dan pendatang serta perusahaan-perusahaan besar telah terjalin dan perlu diurai," ujar dia.

Menurutnya, selain perlu dipahami akar masalahnya, penyelesaian persoalan ini memerlukan proses sosial di lapangan secara intensif serta pemahaman dan komitmen berbagai pihak.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement