REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Satgas Nusantara Irjen Pol Gatot Eddy Pramono mengatakan, dari 45 kasus penyerangan ulama, hanya tiga yang benar-benar terjadi. Sedangkan, 42 kasus hanya info palsu.
"Dari 45 peristiwa, tiga kejadian betul-betul terjadi, 42 peristiwa hoaks," kata Irjen Gatot di Mabes Polri, Jakarta, Senin (5/3).
Ia menjelaskan, 42 peristiwa tersebut terbagi menjadi tiga kategori, yakni peristiwa yang direkayasa, peristiwa tindak pidana umum tetapi diviralkan di media sosial seolah-olah korbannya ulama dan pelakunya orang gila, serta peristiwa yang tidak terjadi sama sekali tetapi disebarkan di medsos seolah-olah terjadi penyerangan terhadap ulama. Sementara, tiga peristiwa nyata penyerangan terhadap ulama terjadi di Jawa Barat sebanyak dua kasus dan di Jawa Timur satu kasus.
Dari pendalaman ketiga kasus tersebut, Gatot mengatakan, polisi belum menemukan keterkaitan antara peristiwa satu dan yang lain. "Kami belum menemukan korelasi antara peristiwa satu dengan peristiwa yang lain, baik di Jatim dan Jabar," kata Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial Ekonomi ini.
Namun, pada 42 kejadian hoaks yang tersebar di medsos, pihaknya menemukan keterkaitan antara peristiwa hoaks satu dan yang lain. "Yang di medsos, kami temukan keterkaitan," katanya.
Sementara, menurut Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran, para pelaku penyebar peristiwa hoaks penyerangan terhadap ulama di medsos dilakukan oleh grup Muslim Cyber Army (MCA). Bahkan, para admin dari MCA ada yang merupakan mantan admin grup Saracen.
"Pelaku-pelaku yang tergabung dalam MCA itu ada yang dulunya tergabung dengan Saracen," katanya.
Sebelumnya, penyidik Siber Bareskrim menangkap enam orang anggota MCA di sejumlah lokasi yang berbeda, yakni Muhammad Luth (40) ditangkap di Tanjung Priok, Jakut; Rizki Surya Dharma (35) di Pangkalpinang; Ramdani Saputra (39) di Bali; Yuspiadin (25) di Sumedang; Ronny Sutrisno (40), serta Tara Arsih Wijayani (40).