Selasa 06 Mar 2018 10:18 WIB

Guatemala Pindahkan Kedutaannya ke Yerusalem 16 Mei

Guatemala akui Yerusalem sebagai ibu kota Israel setelah Trump ancam tarik bantuan.

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Guatemala Jimmy Morales.
Foto: EPA/Esteban Biba
Presiden Guatemala Jimmy Morales.

REPUBLIKA.CO.ID, GUATEMALA -- Presiden Guatemala Jimmy Morales mengumumkan akan memindahkan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem pada Mei, dua hari setelah Amerika Serikat (AS) melakukannya.

Berbicara pada Senin (5/3) di konferensi Komite Urusan Publik Israel Amerika (AIPAC) tahunan di Washington DC, Morales mengatakan langkah kedutaan tersebut dengan kuat membuktikan dukungan dan solidaritas Guatemala terhadap orang-orang Israel.

"Pada Mei tahun ini, kita akan merayakan ulang tahun ke-70 Israel, dan di bawah instruksiku, dua hari setelah AS memindahkan kedutaannya, Guatemala akan kembali dan memindahkan kedutaan secara permanen ke Yerusalem," kata Morales dikutip Aljazirah, Selasa (6/3).

Pada 15 Mei rakyat Palestina akan memperingati Hari Nakba, peringatan tahunan perpindahan yang mendahului dan mengikuti Deklarasi Kemerdekaan Israel pada 1948. Morales meyakini akan banyak negara lain yang mengikuti langkahnya yang memindahan kedutaan pada 16 Mei. Morales juga mengucapkan terima kasih pada Presiden AS Donald Trump karena memimpin jalan yang benar.

Pemerintahan Trump mengumumkan pengakuan mereka atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember tahun lalu. Keputusan tersebut melanggar kebijakan resmi AS selama beberapa dekade ini. Keputusan tersebut juga menyebabkan pecahnya demonstrasi di wilayah-wilayah Palestina yang diduduki, mengakibatkan kematian sedikitnya 16 orang Palestina oleh tentara Israel pada bulan yang sama.

Sumber: Youtube ABC News

Langkah tersebut juga menimbulkan kecaman di seluruh dunia. Masyarakat internasional tidak mengakui aneksasi Israel atas Yerusalem Timur yang diduduki, dan 128 negara mendukung resolusi Majelis Umum PBB yang tidak mengikat yang meminta AS membatalkan langkahnya.

Guatemala hanyalah satu dari segelintir negara yang memberikan suara menentang resolusi tersebut, setelah AS mengancam akan menarik bantuan keuangan ke negara-negara yang memilih berkonfrontasi dengan mereka. Negara itu juga merupakan negara pertama yang mendukung keputusan Trump tentang Yerusalem.

Hubungan dekat Guatemala dengan AS sebagian besar ditentukan ketergantungannya pada dukungan keuangan AS. Ekonomi lokal bergantung pada uang yang dikirim ratusan ribu orang Guatemala yang tinggal di AS, dengan pengiriman uang mencapai delapan miliar dolar AS pada tahun lalu atau kira-kira tiga perempat dari anggaran Guatemala.

Kementerian Luar Negeri Palestina menyebut pengumuman negara Amerika Tengah itu memalukan dan ilegal. Sebelum 1980, kedutaan besar dari 13 negara berada di Yerusalem. Namun setelah Israel mengeluarkan sebuah undang-undang yang menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota tak terpisahkan dan abadi, sebuah resolusi Dewan Keamanan PBB meminta negara-negara tersebut memindahkan kedutaan mereka ke Tel Aviv.

Sebelumnya, mantan Presiden Guatemala periode 1993-1996 Ramiro de Leon Carpio yang merupakan pendukung besar Israel telah memerintahkan pengalihan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem. Namun kemudian dia terpaksa mencabut keputusannya setelah negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim mengancam akan menangguhkan pembelian komoditas ekspor terbesar Guatemala, kapulaga.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement