Selasa 06 Mar 2018 11:05 WIB

Rempah-Rempah, Kedatangan Eropa, dan Blokade Utsmaniyah

Pamor Maluku sebagai satu-satunya produsen rempah-rempah kian dikenal luas.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Keindahan panorama matahari terbit di Pulau Daga, Kepulauan Widi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, Sabtu (28/10).
Foto: Republika/Didi Purwadi
Keindahan panorama matahari terbit di Pulau Daga, Kepulauan Widi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, Sabtu (28/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Raja (kolano) Tidore, Ciri Iili- jati, memeluk Islam setelah menerima dakwah dari seorang ulama Arab, Syekh Manshur. Sejak menjadi Muslim, dia berganti nama menjadi Sultan Jamaluddin dan mengajak rakyatnya untuk masuk Islam.

Anaknya mengadopsi nama alim tersebut yakni menjadi Sandhi Manshur. Putra mahkota Tidore ini kemudian ditugaskan untuk menyiarkan Islam ke penjuru negeri, sebelum menggantikannya sebagai kolano baru.

Pamor Maluku sebagai satu-satunya produsen rempah-rempah kian dikenal luas di perdagangan internasional. Di Eropa, komoditas ini merupakan primadona bagi para pedagang. Sebab, harganya sangat tinggi dan selalu laku, dicari-cari konsumen. Sementara itu, kaum pedagang Arab-Muslim masih mendominasi jalur perdagangan di Samudra Hindia, yang menghubung kan Asia dengan Eropa. Mereka dapat bertransaksi secara wajar di kota-kota pelabuhan Eropa selatan.

Namun, situasi tersebut berubah sejak ekspansi Kesultanan Turki Utsmaniyah. Pada 1453, daulah ini membatasi akses maritim di rute-rute utama Laut Tengah. Oleh karena itu, para pebisnis Eropa terpaksa memutar otak demi menjaga pasokan rempah-rempah dari Maluku.

Kemudian, timbul gagasan un tuk membeli komoditas tersebut langsung dari tempat asalnya. Sejak akhir abad ke-15, para pelaut Portugis merintis upaya menuju India dan Maluku dari Eropa via jalur mari tim.

Mereka juga memanfaat kan pengetahuan navigasi yang diperoleh dari orang-orang Muslim yang terbiasa mengarungi Samudra Hindia dan Atlantik. Usaha Portugis ini lantas diikuti Spanyol. Zaman Penje lajah an (Age of Discovery) pun dimulai.

Sejak 1503, seorang jenderal Portugis Afonso de Albuquerque telah berlayar dari negerinya ke Samudra Hindia. Tujuh tahun berikutnya, dia dapat menaklukkan Goa, India. Pada 1511, dia mencaplok target terbesarnya, Melaka, sebagai wilayah kekuasaan Portugis.

Waktu itu, Melaka dipimpin Sultan Mahmud Shah, putra tertua Sultan Alauddin Riayat. Sesudah penaklukan Melaka, Portugis me- mantapkan basis pengaruhnya di Nusantara. Banyak utusan dari kerajaan-kerajaan di Siam dan Malaya datang ke Melaka hanya untuk menjalin hubungan diplomatik dengan bangsa Eropa ini.

Pada 1512, utusan Albuquerque, Antonio de Abreu, tiba di Kepulauan Banda. Dia dan rombongannya terus berlayar ke utara tetapi kapalnya kemudian karam di perairan de kat Pulau Seram. Bagaimanapun, mereka dapat meneruskan ekspedisi dan singgah di pusat Kesultanan Ternate.

Setelah berdiplomasi, Portugis diizinkan Sultan Abu Lais untuk men dirikan benteng Sao Joao Baptista. Penguasa Ternate itu melakukannya lantaran ingin beraliansi dengan Portugis demi mengimbangi pengaruh Tidore.

Penjelajahan Portugis di Nusantara kemudian disusul kedatangan Spanyol. Kisahnya bermula pada 1519, ketika Fernaode Magalhaes memimpin pelayaran empat unit kapal berbendera Spanyol dari Se villa. Dia terinspirasi perjalanan Christo- pher Columbus, yang berlayar ke arah barat, alih-alih menyusuri Benua Afrika untuk mencapai Maluku.

Magalhees pun percaya bahwa bumi ini bulat, bukan datar sebagai mana keyakinan orang-orang awam Eropa. Setelah berhasil mengarungi Samudra Pasifik, rombongan ini berlabuh di Filipina pada Maret 1521.

Namun, awak kapal Spanyol kemudian terlibat konflik antarkera- jaan di sekitar Cebu. Satu bulan berikutnya, Magalhees tewas akibat tertusuk bambu runcing yang dilesakkan prajurit Raja Lapu-lapu.

Rombongan yang tersisa kemudian berangkat dari Filipina menuju Maluku. Dengan dipimpin Juan Sebastien Elcano, mereka berhasil tiba di Tidore  pada 8 November 1521. Menurut Hamka, Sultan Sandhi Manshur menerima dengan ramah utusan Kerajaan Spanyol ini. Pada 6 September 1522, Elcano dan pengikutnya sampai di tanah airnya dengan membawa muatan cengkeh.

Pada abad ke-16, Ternate dan Tidore mengungguli banyak kesul- tanan lainnya di Kepulauan Maluku. Masing-masing membentuk aliansi, yakni Uli Lima dan Uli Siwa. Persekutuan Uli Lima terdiri atas Kesultanan Ternate, Obi, Seram, dan Ambon. Adapun Uli Siwa meliputi Tidore, Jailolo, dan Makian. Namun, sejak 1520-an pengaruh bangsa-bangsa Eropa telah merasuki persaingan an- tarkedua aliansi tersebut.

Ternate didekati Portugis, sedangkan Tidore bersekutu dengan Spanyol. Di Eropa, raja-raja Portugis dan Spanyol mulai menata persaingan untuk dapat menguasai rute komersil internasional. Melalui Perjanjian Saragosa pada 1529, Spanyol menyerahkan pengaruhnya di sebagian besar Asia, termasuk Kepulauan Maluku, kepada Portugis. Adapun Filipina menjadi perkecualian yang sejak 1543 dikukuhkan sebagai jajahan Spanyol. Kepergian Spanyol ikut melemahkan pamor aliansi Uli Siwa, khususnya Kesultanan Tidore. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement