Selasa 06 Mar 2018 11:53 WIB

Usut Cybercrime Secara Profesional, Adil, dan Transparan

Penanganan masalah cybercrime diminta lebih fokus pada tindakan kriminalnya.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa'adi mendukung langkah-langkah Kepolisian RI dalam rangka menegakkan hukum terhadap para pelaku kejahatan di dunia maya (cybercrime). Siapa pun harus ditindak dengan tegas karena telah melakukan penyebaran kebohongan (hoaks), ujaran kebencian, penghinaan, fitnah, adu domba dan pencemaran nama baik terhadap para pemimpin, tokoh agama dan pejabat negara.

"MUI meminta kepada Kepolisian RI untuk mengusut tuntas kejahatan cybercrime ini secara cepat, proporsional, profesional, adil dan transparan," kata Zainut melalui keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (5/3) malam.

Dia menyampaikan, MUI meminta kepada Kepolisian RI agar penanganan masalah cybercrime lebih fokus pada tindakan kriminalnya dengan tidak mengaitkan kepada identitas pelakunya. Artinya jangan dikaitkan dengan identitas suku, ras, etnis, golongan maupun agama pelakunya.

"Karena dikhawatirkan dapat menimbulkan ketersinggungan dan sentimen kelompok, sehingga kontra produktif karena akan menambah persoalan baru," ujarnya.

Menurutnya, cybercrime merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum positif. Juga tidak dibenarkan menurut syariat Islam dan haram hukumnya. Karena dapat menimbulkan keresahan, ketakutan, perpecahan dan permusuhan yang dapat menimbulkan mafsadat (kerusakan) dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

"Kegiatan buzzer di media sosial yang menyediakan informasi berisi hoaks, gibah, fitnah, namimah, bullying, gosip dan hal-hal lain sejenisnya sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, juga haram hukumnya," ujarnya.

Zainut menambahkan, orang yang menyuruh, mendukung, membantu dan memanfaatkan jasa buzzer juga haram hukumnya. Termasuk orang yang memfasilitasi serta penyandang dana kegiatan tersebut juga haram hukumnya.

Sebelumnya, MUI telah menetapkan Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. Di dalam fatwa MUI disebutkan setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan gibah (membicarakan keburukan atau aib orang lain). Juga diharamkan melakukan fitnah, namimah (adu domba), penyebaran permusuhan, aksi bullying, ujaran kebencian dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras atau antargolongan (SARA).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement