Selasa 06 Mar 2018 17:01 WIB

Afganistan Undur Waktu Pertemuan Para Ulama, Ini Alasannya

Rencana awal, pertemuan akan dilaksanakan pada 15 Maret 2018.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Presiden RI HM Jusuf Kalla bertemu dengan Presiden Afganistan Ashraf Ghani di Istana Haram Sarai, Kabul, Selasa (27/2).
Foto: Kemenlu
Wakil Presiden RI HM Jusuf Kalla bertemu dengan Presiden Afganistan Ashraf Ghani di Istana Haram Sarai, Kabul, Selasa (27/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya rekonsiliasi nasional terus dilakukan untuk menuju perdamaian di Afghanistan. Sebagai langkah awal akan dilakukan pertemuan tripartit ulama.

Dalam pertemuan tersebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan memimpin kegiatan yang diselenggarakan di Jakarta. Rencana awal, pertemuan akan dilaksanakan pada 15 Maret 2018. Namun pemerintah Afganistan meminta pengunduran waktu hingga akhir Maret.

Kepala Hubungan Internasional MUI, Muhidin Junaedi mengatakan dalam pertemuan tersebut tiga negara yakni Indonesia, Pakistan dan Afganistan akan mengirimkan masing-masing 15 ulama. Bahkan, ulama Taliban diwajibkan menghadiri pertemuan para ulama tersebut.

"Tanggal awalnya kami menentukan ulama Afganistan bulan lalu kita sepakat tanggal 15 Maret 2018 tetapi karena ada masalah teknis. Jadi daftar ulama yang diserahkan oleh Afganistan kepada kami kurang representatif, masih agak ekslusif. Artinya, ulama yang versi Afganistan belum banyak melibatkan unsur utama Taliban," ujarnya saat konferensi pers di Gedung MUI, Jakarta, Selasa (6/3).

 

photo
Wakil Presiden RI HM Jusuf Kalla bersama Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani menghadiri pembukaan Kabul Process Conference di Istana Haram Sarai, Kabul, Afganistan, Rabu (28/2). 

Menurutnya, kelompok Taliban cukup kuat dapat menguasai beberapa wilayah di Afganistan. Alasan itulah yang membuat Duta Besar Pakistan di Indonesia mengambil langkah dengan mengonsultasikan dengan Kementerian Luar Negeri Pakistan.

Untuk itu, MUI mengundang ulama Taliban bisa menghadiri pertemuan para ulama tiga negara tersebut. Sebab, di dalam Islam diharamkan melakukan kekerasan hingga menghilangkan nyawa orang lain.

Maka itu, kita ingin sharing kepada mereka, hanya saja untuk ketemu dengan ulama Taliban ini butuh waktu. Maka kita butuh satu sampai dua hari lagi untuk mendapatkan gambaran yang "jelas, siapa saja ulama Taliban yang tinggal di Afganistan, mereka siap datang dalam pertemuan ulama tersebut," ucapnya.

Kendati demikian, Muhidin menekankan di dalam pertemuan tersebut tidak akan menyimpang dan memvonis kelompok Taliban. Maklum saja, selama ini kelompok Taliban dikenal sebagai teroris.

Dia mengatakan, dalam perdamaian tidak boleh mengeluarkan vonis kalau mereka adalah teroris karena Taliban itu ada tiga kelompok. Ada kelompok Hamkani, Sarban, dan Rasul. "Di samping itu ada 20 kelompok yang lain, bisa bayangkan perlu ekstra hati-hati," ungkapnya.

 

photo
High Peace Council (HPC) Afganistan bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan dialog bersama.

Bahkan, menurutnya kelompok Taliban sudah pernah menyatakan kesiapan berdamai dengan Afganistan dan lelah berperang. Ia juga menekankan Indonesia akan bertindak netral dan tidak memiliki kepentingan apapun.

Kelompok ini juga siap dikatakan damai, dan lelah berperang. "Undang mereka kesini (pertemuan para ulama, Red) dan kita netral, kita hanya ingin berbicara sesuai dengan kapasitas kita sebagai MUI terutama tahapan mengeluarkan fatwa," ucapnya.

Ia memandang, selama ini banyak ulama Pakistan yang mengeluarkan fatwa dan bersikap provokatif. Dalam artian mengeluarkan fatwa yang membolehkan pembunuhan, serangan sebuah negara yang berdaulat atau pemerintahan yang resmi seperti Afganistan.

"Memang ulama Taliban itu banyak tinggal di Pakistan. Kita butuh ulama Pakistan dan Afganistan sehingga ingin betul murni pertemuan netral, silakan mereka diskusi, dan kita akan memantau diskusi mereka," jelasnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement