REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta akan melarang mahasiswinya mengenakan cadar (penutup muka) dalam aktivitas belajar mengajar di dalam kampus. Bahkan, pihak kampus juga akan memecat mahasiswi tersebut jika tidak bersedia melepas cadar setelah melalui beberapa proses tahapan pembinaan.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PP NA), Dyah Puspitarini, mengatakan, pihak kampus harus membuktikan adanya pemastian (determinasi) jika cadar diidentikkan dengan radikalisme. Dia menyarankan, agar radikalisme tidak sepenuhnya dihadapi dengan anti-radikalisme.
Namun, menurutnya, hal itu bisa ditangani dengan upaya yang lebih persuasif. Artinya, memakai cadar apakah berkaitan dengan radikalisme harus ditunjukkan dengan bukti dan fakta yang akurat. "Terlebih di dalam kampus yang menjunjung tinggi kesadaran ilmiah," kata Dyah, dalam keterangan rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (6/3).
Selain itu, dia juga menyarankan, agar mahasiswi yang mengenakan cadar tersebut dibina dan diingatkan dengan cara yang persuasif. Ia meminta agar pelarangan mengenakan cadar tidak dilakukan dengan ancaman dan diskriminasi.
Meskipun, menurutnya, memakai cadar masih menjadi perdebatan dalam berbagai pemahaman dalam Islam. Bahkan, adapula pemahaman yang melarang penggunaan cadar.
Dyah menambahkan, Nasyiatul Aisyiyah juga pernah mendampingi istri korban terorisme yang mengenakan cadar. Dikatakannya, mereka mendapatkan kesulitan dalam hal akses fasilitas pemerintah. Sementara pasca-suami mereka meninggal karena dugaan terorisme, para istri ini harus menghidupi diri dan anaknya.
Sebelumnya, Rektor UIN Suka Yogyakarta, Yudian Wahyudi, mengatakan, pihaknya akan membentuk tim konseling yang terdiri dari lima dosen di setiap fakultas. Mereka akan memberikan arahan dan pembinaan terhadap mahasiswi bercadar.
Jika melalui tujuh tahap pembinaan mahasiswi itu masih tetap bercadar, pihak kampus akan meminta mereka mengundurkan diri dari kampus. Pelarangan itu didasarkannya atas tuduhan bahwa ideologi radikal berkembang di kalangan mahasiswi bercadar. Padahal, di kampus itu sendiri hanya terdapat 42 mahasiswi yang bercadar.