Selasa 06 Mar 2018 19:40 WIB

Fintech P2P Lending Targetkan Penurunan Suku Bunga

Saat ini, rata-rata bunga pinjaman di P2P lending di atas bunga pinjaman perbankan.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Andi Nur Aminah
Co Founder & CEO Investree Adrian Gunadi  memberikan sambutan pada acara Konferensi Pers
Foto: Republika/Prayogi
Co Founder & CEO Investree Adrian Gunadi memberikan sambutan pada acara Konferensi Pers

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan teknologi finansial atau tekfin (Financial Technology/Fintech) yang bergerak di bidang pinjam meminjam atau peer to peer lending (P2P lending) menargetkan bisa menurunkan suku bunga pinjaman. Saat ini, rata-rata bunga pinjaman di P2P lending di atas bunga pinjaman perbankan.

Wakil Ketua Asosiasi Fintech Indonesia sekaligus CEO Investree, Adrian Gunadi, mengatakan, selama ini fintech P2P lending melakukan bench mark untuk menentukan suku bunga pinjaman. Sehingga, masing-masing P2P lending memberikan bunga pinjaman beda-beda.

Dia menyontohkan, P2P lending yang menyasar segmen mikro akan melakukan bench mark dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Di mana rata-rata suku bunga mikro sebesar 27 hingga 28 persen. Sedangkan Investree yang menyasar segmen menengah melakukan bench mark dengan Bank BUKU I dan II. Rata-rata suku bunga sebesar 14 hinga 15 persen dengan jaminan, dan bisa ditingkatkan satu persen jika tanpa jaminan.

"Ada yang ngasih bunga 12 persen. Karena setelah dianalisis profil risikonya bagus. Penerapan pricing berdasarkan konsep risk based pricing atau berdasarkan profil risiko," kata Adrian dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (6/3).

Menurut Adrian, fintech P2P lending selalu melakukan bench mark dengan bank karena tidak mau pricing terlalu mahal. Di samping itu, bunga yang lebih tinggi salah satunya disebabkan profil peminjam lebih berisiko karena perusahaan baru berdiri.

Sehingga menjadi tanggung jawab fintech melakukan collection. Karenanya, semua pemain harus memiliki mekanisme collection yang tepat dan efektif. "Harapan fintech ke depan pasti bunga akan turun. Kalau sekarang bisa 12 persen, tahun depan bisa turun delapan persen. Tergantung funding-nya juga," imbuh Adrian.

Adrian menambahkan, bunga tersebut tidak menjadi porsi pendapatan fintech P2P lending. Melainkan menjadi hak para pemberi pinjaman (lender). Fintech P2P lending hanya mengambil /fee dari para peminjam.  "Bunga menjadi hak lender. Fee dari lender menjadi hak platform untuk operasional. Fee kita cuma tiga sampai lima persen," ujarnya.

Ketua Kelompok Kerja Peer to Peer Lending AFTECH sekaligus CEO Modalku, Reynold Wijaya, mengatakan, P2P lending dan OJK memiliki visi sama untuk mencapai financial inclution. Menurutnya, bunga P2P lending memang lebih tinggi dari yang diberikan bank. Namun, P2P lending menyasar segmen yang tidak disinggung bank atau segmen unbankable. Dengan teknologi, P2P lending menyasar pelaku usaha yang layak mendapatkan pinjaman meski tidak memiliki agunan.

"Mereka memiliki risiko jadi harus dikasih lebih tinggi supaya lendernya sustainable dan untung. Kalau mereka tidak untung, siapa yang mau kasih pinjaman. Memang mahal tapi masih wajar," jelas Reynold.

Adrian menambahkan, sampai Januari 2018, Fintech telah menyalurkan pinjaman sekitar Rp 3 triliun melalui P2P lending. Total peminjam mencapai Rp 350 miliar dengan total pemberi pinjaman 150 baik individu maupun insitusi dari dalam dan luar negeri. Sementara NPL yang dihitung dari keterlambatan lebih dari 90 hari sebesar 1,28 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement