Rabu 07 Mar 2018 13:59 WIB

SAS Institute: Kampanye Hitam Residu Politik Musiman

Persepsi Jokowi anti-Islam sangat merugikan dan harus diatasi.

Warga menggelar aksi damai
Foto: Republika/Yasin Habibi
Warga menggelar aksi damai "Stop Kampanye Hitam" di Bunderan HI, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Said Aqil Siroj (SAS) Institute menyayangkan maraknya isu kriminalisasi ulama,  penganiayaan ulama, dan kebangkitan komunisme menjadi alat menyudutkan Presiden Jokowi. Direktur SAS Institute M Imdadun Rahmat memastikan bahwa kampanye hitam semacam itu merupakan residu politik musiman menjelang pilkada dan pilpres. 

"Publik kan mulai mengerti pascaterbongkarnya jaringan kelompok penebar fitnah dengan mengatasnamakan Muslim. Ini prilaku tak terpuji, mencoreng wajah Islam," kata Imdadun dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, Rabu (7/2).

Imdadun mengkaitkan kampanye hitam ini dengan disparitas antara kepuasan kerja Jokowi di angka 65%, sedangkan asumsi elektabilitas ada pada angka 45%. Persepsi Jokowi anti-Islam sangat merugikan pihaknya. 

"Ini harus diatasi. Pak Jokowi mesti makin mendekat ke publik santri dan ulama. Selain itu, Jokowi harus tepat memilih calon kandidat wakilnya. Ini berkaitan dengan tiga aspek; konsolidasi pemilih muslim, penguatan sektor ekonomi dan stabilitas politik dan keamanan hingga akhir periode," tambah Imdadun yang pernah menjabat sebagai ketua Komnas HAM ini.

Menurut Imdadun, berdasarkan pengamatan Said Aqil Siroj Institute, ada lima nama yang dinilai tepat mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2019. "Mereka berlatar belakang berbeda-beda," ujarnya.

Pertama Kyai Said Aqil Siroj. "Beliau hari ini adalah salah satu tokoh sentral pemersatu kekuatan Islam moderat," kata Imdadun.

Selain menjabat sebagai ketua umum PBNU dan ketua gabungan ormas-ormas Islam (LPOI), menurut Imdadun, Kyai Said Aqil Siroj adalah pembaharu gerakan Islam di Indonesia. "Beliau adalah salah satu pemikir Islam yang sangat berpengaruh di dunia. Gagasan moderasi Islam dan Islam Nusantara sudah beliau sematkan dalam dinamika pemikiran Islam dunia," katanya.

Imdadun mengatakan portofolio keberpihakan Kiai Said pada kepentingan umat tercatat dengan baik oleh publik. "Ini akan menyempurnakan posisi Jokowi di pilpres 2019, pasangan ini dapat dianggap paling komplimenter," katanya.

Imdadun menambahkan, representasi kalangan santri dan ulama Nahdliyyin  juga ada nama Muhaimin Iskandar, ketua umum PKB. Kemudian sosok Harry Tanoe, kecakapannya dalam membangun ekonomi makro dan mikro.

Selain itu, lanjut Imdadun, Moeldoko juga salah satu nama yang cocok mendampingi Jokowi. Terakhir, kata Imdadun, Sri Mulyani Indrawati adalah menteri Keuangan yang mampu mengejar maksimalisasi penerimaan pajak negara. "SAS Institute menilai kelima nama ini adalah sosok yang layak untuk Pak Jokowi. Tentu penilaian kami berbasis kinerja dan popularitas. Di waktu yang sama, sosok-sosok itu memiliki akseptabilitas baik dalam persepsi publik" kata Direktur Said Aqil Siroj Institute ini.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement