REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Persoalan kesejahteraan masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh siapapun calon memimpin Jawa Tengah periode lima tahun ke depan. Secara faktual, beberapa indikator penentu kesejahteraan di daerah ini belum merepresentasikan capaian yang menggembirakan.
Ketua Barisan Muda (BM) PAN DPW JawaTengah, Aria Ganna Henryanto, mengungkapkan, angka pengangguran di Provinsi Jateng masih menyumbang 10,84 persen dari total angka pengangguran nasional. Angka pengangguran ini mengalami peningkatan pada Februari 2017.
"Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang tercatat hanya sebesar 0,76 juta orang atau lebih tinggi dibandingkan periode Februari tahun 2016 yang tercatat sebesar 0,75 juta orang," ungkapnya dalam rilis yang diterima Republika, Jumat (3/3).
Ia juga mengingatkan, tingkat kemiskinan di Jawa Tengah pada Maret 2017 mencapai 4,45 juta jiwa. Secara keseluruhan, Provinsi Jawa Tengah berkontribusi pada 16,03 persen dari 27,7 juta jiwa penduduk miskin nasional.
Jawa Tengah hanya mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,18 persen pada triwulan II 2017 dan masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Kawasan Jawa sebesar 5,41 persen. BM PAN Jawa Tengah memandang bahwa pilkada tidak semata- mata pesta demokrasi. Akan tetapi tak ubahnya sebuah seleksi terbuka calon yang mempunyai otoritas fiskal.
"Yaitu orang yang mumpuni untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekaligus piawai mengalokasikan anggaran yang ujungnya pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah," katanya.
BM PAN Jawa Tengah, ujar Dosen di IBII Kwik Kian Gie ini, memandang figur yang tepat untuk memimpin cukup memenuhi dua persyaratan wajib.
Yakni figur bersih yang tidak terbebani rekam jejak kasus korupsi dan mempunyai kemampuan merancang, merencanakan dan melaksanakan anggaran pembangunan yang output programnya pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Jawa Tengah.
Sesuai dengan garis partai sudah pasti BM PAN Jawa Tengah akan menyosialisasikan pasangan Sudirman Said- Ida Fauziyah untuk memimpin Jawa Tengah.
Yang sedikit berbeda, gerakan menyosialisasikan kandidat simultan dengan kampanye menjadi pemilih yang cerdasbagi pemilih muda dan pemilih pemula, di tengah maraknya politik uang dan politik pencitraan.
Edukasi politik menjadi penting, jangan sampai substansi pemilukada Jawa Tengah tenggelam ditelan gimmick-gimmick politik. Pemilukada jangan hanya menghindari ajang ujaran kebencian, namun juga menghindarkan daripanggung politik pencitraan.
"BM PAN Jawa Tengah tidak butuh gubernur yang banyak omong tapi bukti berkata lain. BM PAN Jawa Tengah memegang prinsipkearifan lokal Jawa Tengah, gubernur yang sepi ing pamrih, rame ing gawe," kata Henryanto.