REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komoditas sawit merupakan komoditas ekspor paling potensial untuk perekonomian Indonesia. Karena itu, perlu dorongan dari semua pihak di tengah tingginya kampanye hitam.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang mengatakan, kelapa sawit banyak dibutuhkan industri di pasar global. Konsumen sawit dunia pun berharap bisa membeli sawit dengan harga murah. Tapi mereka tidak ingin sawit musnah. "Oleh karena itu mereka membuat permainan agar daya saing sawit baik secara nasional maupun global berkurang," ujarnya, Rabu (6/3).
Saat ini, presiden dan menteri pertanian fokus pada perbaikan kelapa sawit. Keberadaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) juga merupakan upaya menghimpun dana dari kelapa sawit untuk pengembangan komoditas itu.
Ia melanjutkan, dana BPDPKS bisa digunakan untuk promosi, Sumber Daya Manusia (SDM), riset, sarana prasarana dan peremajaan atau replanting. Nilai produksi kelapa sawit pada 2017 mencapai Rp 268,88 triliun. Sementara ada potensi mencapai Rp 636,44 triliun. "Tapi ini mustahil dilaksanakan kalau lima topik yang dikelola BPDP tidak berjalan beriringan," ujarnya.
Terkait perbaikan kelapa sawit Indonesia, ia melanjutkan, yang pertama adalah pendataan total baik perkebunan swasta maupun rakyat termasuk perkebunan milik BUMN. Terutama pendataan perkebunan rakyat. Nantinya, setelah mendapat data total akan dilakukan identifikasi dan inventarisasi kebun sawit mana saja yang masuk kawasan untuk kemudian dikembalikan.
Menurutnya, kebun sawit yang masuk kawasan tapi memungkinkan untuk bisa dilepaskan akan dibantu. Pihaknya akan mendorong Pemerintah Daerah untuk berbicara dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dengan begitu ia berharap tidak ada lagi kebun sawit rakyat yang bertentangan dengan pemerintah. "Pendataan ke swasta juga dilakukan. Kalau tidak dapat memenuhi syarat diberi punishment, tutup," ujarnya.