REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengungkapkan, modus perkara korupsi yang sering dilakukan pejabat daerah ada pada pengadaan barang dan jasa. Itu tak lain karena di sana, para pejabat daerah sering kali melakukan mark up.
Laode berharap, ke depan, pemerintah daerah memiliki unit layanan pengadaan (ULP) yang mandiri dan professional. "Saya melihat Jatim secara infrastruktur jauh lebih siap dibanding provinsi lain di Indonesia," kata Laode di Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Rabu (7/3).
Dari 2015-2018, kata dia, KPK telah menerima aduan dari Jatim sebanyak 1.790 aduan. Aduan tersebut belum tentu kasus korupsi, meski tak sedikit pelapor yang menganggapnya tindak pidana korupsi.
"Setelah kami teliti, kekerasan rumah tangga pun dilaporkan kepada kami," ujar Laode.
Terkait kasus aduan di Jatim ini, menurut Laode, setelah diverifikasi, menjadi 345 aduan yang sudah ditelaah. Laode melanjutkan, bila dari laporan tersebut ditemukan penyelewengan penyelenggaraan negara akan segera ditangani KPK. Namun, bila tidak, kasus tersebut akan diserahkan pada Kapolda dan Kajati.
"Bayangkan saja bila dari 345 aduan yang benar 10 persen saja, ini sudah tidak nyaman. Karena korupsi tidak pernah hanya dilakukan satu orang saja," kata Lode.
Laode juga berharap penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) terus dilakukan. Menurutnya, ini sangat penting karena APIP menjadi tim pengawas pertama yang bertugas mengingatkan bila ada ketidakberesan terjadi.
"Petugas APIP harus tegas, karena kalau tugas APIP sesuai, Insya Allah tidak akan timbul masalah dengan BPKP maupuk KPK," ujar Laode.