REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu, menilai pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo yang mengatakan ada sejumlah calon kepala daerah peserta pilkada 2018 yang terindikasi terlibat korupsi menimbulkan keresahan, baik bagi kandidat maupun masyarakat. Masinton mempertanyakan mengapa KPK tidak bertindak sebelum calon tersebut ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Pernyataan Agus ini merusak sistem demokrasi. Kita mendukung penegakan hukum, tapi penegakan itu jangan sampai merusak tatanan proses demokrasi elektoral melalui pilkada ini," kata Masinton saat dihubungi, Rabu (7/3).
Menurut dia, pernyataan Agus ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi seakan-akan sedang melakukan supremasi dan penegakan hukum, tetapi di sisi lainnya KPK sedang berpolitik dan menjadi alat politik. Masinton juga menilai pernyataan KPK tersebut dinilai terlambat karena pasangan calon kepala daerah telah ditetapkan KPU.
"Jika KPK ingin berkontribusi melahirkan pejabat yang bersih, seharusnya KPK sudah bertindak menetapkan status hukum bakal calon peserta pilkada sebelum ditetapkannya secara resmi menjadi pasangan calon oleh KPU," katanya.
Masinton berpendapat jika ada calon kepala daerah yang terindikasi, seharusnya KPK membiarkan saja proses demokrasi berjalan terlebih dahulu. Setelah proses pilkada selesai, KPK dipersilahkan melanjutkannya. Hal itu karena peran dan pelibatan KPK dalam tahapan pilkada sudah diatur jelas dalam Peraturan KPU Nmor 3 tahun 2017, pasal 74.
"Jika KPK menemukan kejanggalan dalam laporan harta kekayaan pasangan calon, silakan ditindak dan diproses hukum oleh KPK sehari setelah pelaksanaan pencoblosan," ucapnya.