Kamis 08 Mar 2018 08:56 WIB

Pasukan Suriah Tingkatkan Serangan di Ghouta Timur

pasukan pemerintah Suriah telah berhasil membagi wilayah utara dan selatan Ghouta.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nidia Zuraya
Kelompok gerilyawan Suriah Failaq al-Rahman saat baku tembak dengan pasukan pemerintah di Damaskus, Suriah. Kebanyakan gerilyawan di Ghouta berasal dari kelompok tersebut.
Foto: Failaq al-Rahman, via AP
Kelompok gerilyawan Suriah Failaq al-Rahman saat baku tembak dengan pasukan pemerintah di Damaskus, Suriah. Kebanyakan gerilyawan di Ghouta berasal dari kelompok tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pasukan pemerintah Suriah kembali membombardir Ghouta timur pada Rabu (7/3) dalam upaya untuk membagi daerah pemberontak tersebut menjadi dua. Syrian Observatory for Human Rights mengatakan pasukan pemerintah Suriah telah berhasil membagi wilayah utara dan selatan Ghouta, yang secara efektif memisahkan wilayah konflik dengan wilayah padat penduduk di pinggiran kota Damaskus itu.

Belum ada konfirmasi dari pemberontak atau pemerintah Suriah mengenai informasi ini. Rekaman video yang disiarkan di TV pemerintah Suriah dari pinggiran Kota Mesraba pada Rabu (7/3), menunjukkan awan asap yang besar membumbung tinggi ke langit.

Pertahanan pemberontak di kota tersebut diserang oleh tembakan persiapan sebelum serangan infanteri dilakukan. "Mesraba berada di bawah serangan besar hari ini," kata Khalil Aybour, anggota dewan oposisi di Ghouta.

Menguasai Mesraba akan menjadi langkah besar bagi pasukan pemerintah untuk memisahkan bagian utara Ghouta, termasuk kota terbesar Douma, dari bagian selatan wilayahnya. Pasukan pemerintah telah menguasai lebih dari 50 persen wilayah Ghouta Timur sejauh ini.

Warga sipil telah melarikan diri dari daerah garis depan serangan ke Douma dan bersembunyi di ruang bawah tanah. Pekerja bantuan mengatakan banyak anak mengatakan bahwa mereka tidak melihat cahaya matahari dalam 20 hari ini.

"Kondisi buruk ada di ruang bawah tanah, tapi lebih baik daripada pemboman di atas tanah," kata Adnan (30 tahun), seorang penduduk Douma yang telah berlindung di bawah tanah bersama istri dan anak perempuannya yang berusia dua tahun bersama 10 anggota keluarga lainnya.

PBB mengatakan, sebanyak 400 ribu penduduk terjebak di kota-kota dan desa-desa di Ghouta timur. Mereka telah kehabisan makanan dan obat-obatan bahkan sebelum serangan tersebut terjadi.

Sebuah konvoi bantuan berhasil mencapai daerah tersebut pekan ini, namun mereka kembali kekurangan sebagian besar persediaan obat-obatan. Koordinator penduduk dan kemanusiaan PBB di Suriah, Ali al-Za'tari, meminta pemerintah untuk melakukan gencatan senjata pada Kamis (8/3) untuk memasok lebih banyak bantuan.

Rusia, sekutu Presiden Suriah Bashar al-Assad yang paling kuat, telah menawarkan pemberontak untuk keluar dengan keluarga dan senjata pribadi mereka dengan aman dari Ghouta. Tawaran tersebut menggemakan kesepakatan sebelumnya yang memperbolehkan pemberontak untuk menarik diri ke daerah-daerah yang dikuasai oposisi di sepanjang perbatasan Turki, jika mengalami kekalahan militer.

Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan beberapa pemberontak ingin menerima usulan tersebut. Sejauh ini pemberontak telah menolaknya di depan umum. Juru bicara militer untuk salah satu kelompok pemberontak di Ghouta timur mengatakan pemberontak akan mempertahankan wilayah tersebut dan tidak ada negosiasi mengenai penarikan mundur.

"Fraksi Ghouta dan pemberontak, dan rakyatnya akan menguasai tanah mereka dan akan mempertahankannya," ujar Hamza Birqdar dari Jaish al-Islam.

Syrian Observatory mengatakan setidaknya 867 warga sipil telah terbunuh oleh pemboman dan penembakan yang dilakukan pasukan pemerintah dalam serangan ini. Sebanyak 62 orang tewas pada Rabu (7/3).

Dewan Keamanan PBB meminta agar resolusi 24 Februari yang menuntut gencatan senjata selama 30 hari di Suriah untuk segera dilaksanakan. PBB menyuarakan keprihatinan tentang kondisi kemanusiaan negara tersebut.

Meskipun ada resolusi gencatan senjata, Moskow dan Damaskus tidak menghentikan serangan mereka untuk merebut kembali Ghouta timur. Mereka beralasan, para pemberontak yang mereka lawan adalah anggota kelompok teroris terlarang yang tidak dilindungi oleh gencatan senjata tersebut.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement