REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Salah satu identitas budaya etnis Tionghoa di Indonesia dapat dijumpai pada Masjid Cheng Ho, yakni tempat ibadah yang dibangun dengan arsitektur bergaya Cina. Saat ini, keberadaan Masjid Cheng Ho tidak hanya menunjukkan karakteristik khas Cina Muslim, tetapi juga menjadi tujuan wisata religi dan media baru untuk mempelajari budaya Tionghoa Islam di Indonesia.
“Selain itu, Masjid Cheng Ho juga dipahami sebagai ‘Jalan Sutra Baru’ karena dianggap memiliki peranan penting dalam membina hubungan yang harmonis antara Pemerintah Indonesia dan Cina pada masa lalu,” ungkap peneliti Cina-Indonesia, Choirul Mahfud Marsahid, dalam karyanya, The Role of Cheng Ho Mosque: The New Silk Road Indonesia-China Relations in Islamic Cultural Identity.
Ada beberapa Masjid Cheng Ho yang bisa kita jumpai hari ini, antara lain, di Surabaya, Pasuruan, Malang, Jember, Palembang, Jakarta, dan Kalimantan. Akhmad Muzzaki dalam salah satu makalahnya menuturkan, Masjid Cheng Ho memiliki peran penting dalam proses asimilasi dan akulturasi antara budaya lokal masyarakat Indonesia dan Cina.
“Bahkan, masjid ini juga berperan sebagai media untuk mempertahankan identitas orang-orang Tionghoa ketika gerakan anti-Cina merebak setelah runtuhnya Orde Baru,” ungkap Muzzaki dalam makalahnya berjudul “Negosiasi Identitas: Masjid Cheng Ho dan Etnis Cina Muslim di Indonesia Pasca-Soeharto”.
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia IV: Nusantara dari Abad ke-18 dan ke-19 menuturkan, pelabuhan-pelabuhan rempah-rempah nusantara, seperti di Sumatra, Ternate, Tidore, dan Banda, menjadi terkenal pertama-tama karena para pedagang Cina. Kemudian, para pedagang dari Jawa dan Melayu juga menjadi penting dalam Jalur Sutra. Semuanya bermuara di Cina dan diteruskan melalui Jalur Sutra.
Karena berada pada jalur perdagangan laut dari Timur Tengah ke Cina, tidak mengherankan jika agama Islam telah dianut di nusantara sejak lama, jauh sebelum kedatangan Cheng Ho. Hanya saja, sumber agama Islam di nusantara tidak saja langsung dari Timur Tengah, tetapi juga bersamaan dengan terbentuknya emporium-emporium (pasar-pasar) sepanjang jalur perdagangan itu sejak abad ke-10. “Kota-kota pelabuhan di India, seperti Kalikut, menjadi sumber penyebaran agama Islam di nusantara,” ungkapnya.