REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Aboul-Ghiet, pada Rabu (7/3), mengatakan, pihaknya tidak akan secara terbuka mengutarakan rencana tentang masa depan Palestina. Hal ini karena Liga Arab hendak mengantisipasi sebuah visi baru dari Amerika Serikat (AS) untuk menyelesaikan konflik Palestina dengan Israel.
"AS akan mengusulkan sebuah visi baru untuk mengakhiri konflik dengan Israel. Ada niat Arab untuk mempengaruhi rencana ini," kata Aboul-Gheit setelah menghadiri sesi reguler ke-149 Dewan Liga Arab tingkat menteri luar negeri di Kairo, Mesir, dikutip laman kantor berita Palestina WAFA.
Dia menilai, posisi dan rencana Arab berpotensi memperkeruh dan membahayakan seluruh situasi. Oleh sebab itu, bila AS mengeluarkan sebuah visi baru terkait penyelesaian konflik Palestina dan Israel, Liga Arab akan berupaya mengintervensi. "Kami ingin pengaruh kami membuat rencana AS ini menguntungkan kami," ungkap Aboul-Gheit.
Pada kesempatan itu, para menteri luar negeri mengulangi penolakan atas diakuinya Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh AS. "Kami mengulangi pentingnya untuk tetap berpegang pada prakarsa perdamaian Arab dan resolusi PBB, khususnya resolusi Dewan Keamanan PBB baru-baru ini yang mendukung solusi dua negara," ujar Aboul-Gheit.
Pada Desember tahun lalu, Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan ini segera memicu penolakan dan protes dunia internasional, khususnya negara-negara Arab. Keputusan Trump dinilai telah melanggar berbagai kesepakatan serta resolusi internasional.
Sejak pengakuan tersebut, Palestina menarik diri dari perundingan damai dengan Israel yang dimediasi AS. Palestina menilai AS tak lagi menjadi mediator yang netral dan dapat diandalkan.