REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah mencatat pembangunan Taman Shalimar merujuk pada Raja Jahangir. Namun, sejarah yang lebih tua lagi bisa dilacak hingga abad kedua. Yakni, ketika sebuah taman dibangun pada masa kekuasaan Pravarsena II.
Praversena II mendirikan Kota Srinagar dan memerintah di Kashmir pada abad ke-79 hingga 139 M. Ia membangun sebuah pondok untuk tempat tinggalnya pada ujung timur laut Danau Dal. Ia menamakannya Shalimar.
Kata Shalimar dalam bahasa Sansekerta berarti tempat cinta. Saat berkunjung pada orang suci setempat, Sukarma Swami, di Haran, ia biasa berhenti di tempat ini. Namun, setelah waktu berlalu, tempat itu terabaikan, hancur, dan kemudian tak ditemukan lagi. Meski begitu, nama desa itu tetap Shalimar.
Beratus tahun kemudian, pada periode Mughal, Raja Jahangir dan istrinya Nur Jahan terpikat pada Kashmir sehingga pada musim panas mereka ke Srinagar dengan pengawalan penuh dari Delhi. Berkendara gajah, mereka menyeberangi salju yang ganas dari kawasan Gunung Pir Panjal untuk mencapai Srinagar.
Di tempat ini raja membangun Shalimar Bagh. Taman yang teramat luas ini adalah proyek impiannya untuk menyenangkan hati sang permaisuri.
Jahangir memperluas taman kuno itu pada 1619 menjadi istana kerajaan dan menamakannya Farah Baksh (yang menyenangkan). Setidaknya 13 kali Shalimar Bagh menjadi kediaman kerajaan pada musim panas.
Pada 1630, di bawah perintah Shah Jahan, Zafar Khan, gubernur Kashmir, memperluasnya. Ia memberi nama Faiz Baksh (yang melimpah). Tempat itu lalu dikenal sebagai tempat bersenang-senang para gubernur yang mengikuti Zafar Khan.
Selama bertahun-tahun, taman itu diperluas dan diperbaiki oleh banyak penguasa dan mendapat julukan nama yang berbeda. Tapi, yang paling populer adalah Shalimar Bagh hingga kini.