REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Garut Jawa Barat kesulitan mengawasi makanan yang digunakan dalam kegiatan hajatan. Khususnya makanan dibuat langsung oleh warga secara bersama-sama. Sedangkan makanan dari katering masih bisa diawasi oleh Dinkes.
Kasie Survei dan Imunisasi Dinkes Garut Asep Surachman merasa banyak kendala dalam mengawasi makanan hajatan yang dibuat secara langsung oleh masyarakat. Berbeda halnya kalau makanan dibuat oleh penyedia jasa katering. Dinkes mempunyai prosedur pengawasan terhadap makanan katering.
"Kalau katering ada pengawasan, ada surat izin dari Dinkes. Kalau makanan hajatan yang dibuat di kampung atau perumahan ya susah, dibuatnya dengan masyarakat bersama-sama, susah diawasinya. Enggak ada prosedur untuk itu," katanya pada wartawan, Kamis (8/3).
Tujuan pengawasan makanan terhadap katering, kata dia berguna supaya aspek kebersihan dan keamanan terpenuhi. Penyedia jasa katering perlu mendapat izin dari Dinkes agar bisnisnya dipercaya konsumen. Pengguna jasa katering pun bisa menanyakan soal perizinan tersebut supaya mencegah potensi keracunan makanan.
"Izin ada tiap berapa tahun sekali, dari situ jaminan kesehatan bisa terjamin, kami kontrol juga. Kalau ini mah insidential (kasus keracunan), enggak bisa diprediksi kalau makanannya dibuat masyarakat gimana mau tahu dan periksanya," ujarnya.
Berdasarkan data yang diperoleh saat ini, ia mengklarifikasi soal jumlah korban keracunan. Jumlah total yang mengalami keracunan ialah 173 orang dari total 400 bungkus makanan dibagikan dalam hajatan itu. Adapun jumlah korban yang sudah kembali ke rumah ialah 39 orang. Hanya saja, menurutnya jumlah itu masihlah fluktuatif.
"Sampai sekarang 173 yang estimasi dilaporkan puskesmas, yang sudah pulang 39. Persebaran di lima puskemas Malangbong, Citeras, Limbangan, Cibatu dan Sukamerang," ucapnya.
Sementara itu, Kapolsek Malangbong AKP Saepuloh belum bisa memastikan penyebab pasti keracunan. Hanya saja, ia menduga keracunan bisa saja terjadi karena kesalahan saat mengemas makanan. Namun pihak kepolisian menunggu hasil uji laboratorium sekitar dua pekan untuk menentukan penyebab pasti.
"Dugaan awal makanannya pakai stereofoam masih panas-panas langsung ditutup, tapi memang dicek dilab dulu buat lebih pasti, belum bisa dipastikan sekarang," tuturnya.
Hingga saat ini, pihak kepolisian belum menjurus penyelidikan pada adanya tersangka. Sebab peristiwa keracunan masih murni dianggap hanya musibah belaka. "Kalau enggak ada yang meninggal mah musibah toh keluarganya keracunan juga, kecuali kalau ada korban meninggal," sebutnya.