Sabtu 10 Mar 2018 04:04 WIB

MUI Diminta Kaji Rencana Pemerintah Kelola Zakat Profesi

Hasil kajian MUI penting untuk memastikan langkah pemerintah.

Menag Lukman memberi sambutan pada Muzakarah Zakat Nasional di Jakarta (Foto: Kemenag.go.id)
Foto: (Foto: kemenag.go.id)
Menag Lukman memberi sambutan pada Muzakarah Zakat Nasional di Jakarta (Foto: Kemenag.go.id)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pengelolaan zakat penghasilan saat ini menjadi isu penting dalam diskursus zakat nasional. Dengan potensi yang begitu besar, pengelolaan zakat penghasilan belum sepenuhnya dikelola secara optimal. Dalam konteks keindonesiaan, dukungan fatwa MUI menjadi unsur penting bagi penguatan pengelolaan zakat penghasilan.

Hal ini disampaikan Menag dalam sambutannya pada Mudzkarah Zakat Nasional, Jum’at (9/3), di Hotel Borobudur, Jakarta. Lukman menyebut, pihaknya sebagai pemerintah dihadapkan pada arus pendapat yang saling bertolak belakang dalam memandang zakat penghasilan ini.

Di satu sisi, pemerintah diminta tegas dalam mengelola zakat, karena telah tercantum dalam Alquran. Namun di sisi lain, terdapat pandangan yang berbeda yang meminta pemerintah tidak ikut campur dalam kewajiban individu dalam ranah keagamaan.

Karena itu, kata Lukman, isu penghimpunan zakat penghasilan bagi ASN perlu diberikan perhatian khusus para ulama. Dalam hal ini, Lukman meminta, MUI untuk memberikan kajiannya terkait rencana pemerintah untuk menghimpun zakat penghasilan ASN.

Hasil kajian MUI, kata dia, penting untuk memastikan langkah pemerintah dalam optimal penghimpunan zakat penghasilan ASN sesuai kaidah syariah. “Kami ingin mengoptimalisasikan pengelolaan zakat yang ada di Indonesia. Karena itulah kami butuh dukungan dari para ulama berupa otoritas fatwa keagamaan, untuk selanjutnya dijadikan pedoman,” ungkapnya.

Di tempat yang sama, Dirjen Bimas Islam dalam laporannya menyampaikan, kegiatan Mudzakarah Zakat Nasional dilatarbelakangi berkembangnya isu-isu seputar zakat, khususnya tentang zakat profesi. Amin menambahkan, potensi zakat penghasilan sangat besar di Indonesia.

Namun belum sepenuhnya dikelola secara menyeluruh. Karena itu, pihaknya sangat berharap agar isu zakat penghasilan ini diberikan kesempatan untuk dikaji dan difatwakan yang akan menjadi payung hukum bagi pemerintah untuk mengelola dana zakat penghasilan tersebut. 

“Pengkajian mendalam atas beberapa aspek fikih syariah, khususnya zakat profesi. Dalam hal ini, kami memfasilitasi MUI sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa keagamaan, termasuk zakat," ujarnya.

Muhammadiyah Amin menegaskan kembali besarnya peran MUI dalam pengelolaan zakat. Dalam beberapa dekade, kata dia, MUI telah menerbitkan fatwa tentang zakat yang berfungsi sebagia payung hukum pengelolaan zakat di Indonesia.

“Kami berharap isu tentang zakat PNS, pegawai BUMN, dapat dibahas dalam forum ijtima’ ulama. Kegiatan mudzakarah ini kami tempatkan sebagai pra forum ij’tima’ ulama MUI,” tegasnya.

Ketua Bidang Fatwa MUI, Hasanuddin Abdul Fattah, menyambut baik terlaksananya kegiatan ini. Menurutnya, pada dasarnya upaya untuk meningkatkan pengelolaan zakat oleh berbagai lembaga dan membangun kesadaran berzakat di masyarakat, MUI menjadi pihak yang paling terdepan memberikan dukungan.

Menurutnya, perintah berzakat dalam Alquran menggunakan istilah "maal", di mana hal tersebut bermakna umum, yaitu harta benda yang memiliki nilai. Karena itu ketika sudah memenuhi nisab zakat, maka wajib dikeluarkan zakatnya.

“Tugas pemerintah memastikan regulasi zakat berfungsi dengan baik. Kita dorong peran pemerintah lebih luas dalam pengelolaan zakat ini,” tegasnya.

Hasanuddin kembali menegaskan, bahwa MUI telah menerbitkan 10 Fatwa zakat. Dalam pandangan MUI, harta zakat harus dikelola secara produktif, agar harta zakat benar-benar berkembang dan memberi manfaat untuk ummat.

Kegiatan Mudzakarah Zakat Nasional akan digelar hingga tanggal 11 Maret. Kegiatan ini diikuti sebanyak 40 peserta dari unsur Komisi Fatwa MUI, Lembaga Zakat, BAZNAS, akademisi dan para pejabat di lingkungan Kementerian Agama.

sumber : kemenag.go.id
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement