REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti bidang kajian gender Sabilla Tri Ananda mengatakan melabeli perempuan dengan sebutan "pelakor" (perebut lelaki orang) termasuk bentuk kekerasan verbal dan misogini. Misogini adalah rasa benci atau tidak suka terhadap perempuan atau anak perempuan.
"Istilah 'pelakor' itu bias, jadi seakan-akan lelaki yang diambil oleh orang lain adalah pasif, padahal selingkuh dapat terjadi karena dua belah pihak," kata Sabilla saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan perempuan kerap disalahkan dalam sebuah perselingkuhan, jika istri berselingkuh maka perempuan akan disalahkan, dan jika suami berselingkuh maka orang ketiga yaitu perempuan juga akan disalahkan.
Mirisnya perundungan dengan menyebut perempuan orang ketiga dalam suatu hubungan sebagai "pelakor" yang marak di media sosial kerap dilakukan oleh perempuan juga.
Bahkan perundungan tersebut juga sampai ke dunia nyata, misalnya kasus pengiriman karangan bunga yang isinya hujatan yang dialamatkan ke kantor perempuang orang ketiga tersebut.
Menurut dia, hal tersebut dapat terjadi karena perempuan yang selama ini "terjajah" dalam budaya patriarki ternyata ikut melanggengkan nilai patriarki tersebut dengan menilai, mengopresi dan menindas perempuan lain.
"Salah satu praktik yang mereka lakukan adalah dengan merundung perempuan yang dianggap sebagai perebut suami orang," kata peneliti lulusan Magister Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia tersebut.