REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik, Hendri Satrio menilai Partai Demokrat cenderung rugi dalam perhitungan politik jika hanya mengusung satu calon presiden pada Pilpres 2019. Hal itu disampaikan terkait rencana partai tersebut untuk menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas).
"Pada Pilpres 2014, perolehan suara Demokrat tidak jeblok bahkan di peringkat empat sekitar enam persen dari seluruh suara. Jika hanya mengusung satu calon akan merugikan Demokrat. Sebaiknya ada lebih dari satu calon," kata Hendri Satrio ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (9/3).
Menurut dia, sebagai partai petahana di ajang perpolitikan Indonesia, Demokrat tercatat sudah berhasil membawa SBY menjadi presiden selama dua periode. Oleh karena itu, ia menyarankan Demokrat idealnya mengusung lebih dari satu nama pada Pilpres 2019.
Menurut Hendri, jika mengusung lebih dari satu calon, akan memudahkan partai lain berkoalisi dengan Demokrat dan ada kombinasi yang lebih leluasa dibanding dengan satu nama. Selain itu, dengan lebih dari satu nama akan memudahkan Demokrat menentukan untuk berada di pihak mana.
"Apakah satu poros dengan Jokowi, atau satu poros dengan Gerindra atau membuat poros baru. Jika hanya disodorkan satu nama kemungkinan besar agak sulit memainkan kombinasi politik dan rugi juga buat Demokrat. Karena sebetulnya, Demokrat ini punya nama-nama yang punya potensi yang bisa diusung untuk Pilpres 2019" tegasnya.
Hendri mencontohkan sederet nama seperti Chairul Tanjung dan Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi yang relevan untuk diusung pada Rapimnas Partai Demokrat. "Jadi kalau Demokrat ingin mengusung misalnya AHY, CT, dan TGB menurut saya akan lebih leluasa."
Terkait dengan elektabilitas, Hendri, memperhitungkan saat ini masih cukup lama untuk penetapan calon. Sehingga, dengan banyak nama bisa memberikan keleluasan Demokrat untuk melakukan manuver yang akan berimbas pada meningkatnya elektabilitas.
"Kalau lebih dari satu nama, Demokrat akan memiliki keleluasan mengajukan nama-nama tokoh yang memiliki kompetensi dan kapabilitas tinggi. Karena kalau misalnya hanya satu nama, kemudian terjadi penolakan di publik, akibatnya akan mengalami potensi terjun bebas. Tetapi kalau ada beberapa nama, masih ada yang menjaga. Ada alternatif pilihan bagi masyarakat," terangnya.