REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Eric Iskandarsjah Z, Muhammad Fauzi Ridwan, Febrianto A Saputro
Langkah Universitas Islam Sunan Kalijaga (UIN Suka) membina mahasiswi bercadar dinilai penting dilakukan. Langkah ini sebagai langkah bagus untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih harmonis dan sehat.
Apalagi, cadar tidak ada dalam ajaran Alquran. Namun demikian, penghormatan terhadap hak asasi mahasiswi yang menggunakan cadar tetap harus dihormati.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj, menjelaskan cadar bukanlah perintah agama, melainkan sebuah budaya Arab. Ia mempersilakan serta tidak melarang siapa pun memakai cadar.
Ia berpesan kepada mereka yang memakai cadar untuk tidak merasa paling Islam. "Jangan merasa paling sempurna Islamnya. Kesempurnaan Islam dalam hati, akhlak, moral," kata KH Said.
Kebijakan yang dibuat UIN Suka, KH Said menegaskan, tidaklah salah. Sebab hal tersebut merupakan kewenangan internal kampus untuk membina mahasiswi dan membuat suasana harmonis dalam pembelajaran.
Penggunaan cadar pada wanita, tidak ada dalam perintah dari Nabi Muhammad SAW bahwa wanita harus bercadar. Orang menggunakan cadar karena alasan ideologi kemudian tidak mau berbaur dengan teman-teman mahasiswa yang lain, maka itu justru menyebabkan sikap radikalisme dan itu dilarang.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY HM Thoha Abdurrahman mengungkapkan hal ini terkait dengan pembinaan mahasiswi bercadar oleh UIN Suka. "Di Zaman Rasulullah SAW, mereka yang menggunakan cadar itu para budak-budak perempuan karena mereka bekerja supaya mereka tahan dan untuk keamanan dirinya," kata Thoha, Selasa(6/3).
Karena itu, bila bukan karena alasan kesehatan dan keamanan, cadar lebihy baik dibuka. Dia mengaku setuju atas langkah UIN Suka melarang wanita menggunakan cadar karena alasan ideologi.
Alasan ideologi ini biasanya diikuti dengan keengganan mereka berbaur dan bersosialisasi dengan teman-teman mereka. Hal ini yang bisa menimbulkan persepsi negatif atas kehadiran mahasiswi bercadar.