Ahad 11 Mar 2018 09:53 WIB

Duh, Biksu Myanmar Anti-Islam Kembali Diizinkan Berkhutbah

Biksu Wirathu akan menyebarkan khutbahnya ke media sosial

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Bilal Ramadhan
Biksu Ashin Wirathu.
Biksu Ashin Wirathu.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Ashin Wirathu, biksu Buddha terkemuka Myanmar, kembali diizinkam berkhutbah mulai Jumat (9/3) setelah sempat dilarang selama satu tahun. Wirathu adalah biksu nasionalis Myanmar yang paling menonjol, yang telah muncul sebagai kekuatan politik sejak ada transisi negara dari pemerintahan militer pada 2011.

Menurut Wirathu, retorika anti-Muslimnya tidak ada hubungannya dengan kekerasan yang terjadi di Negara Bagian Rakhine. Ia mengatakan, Rakhine justru tengah mengalami teror dari orang-orang Bengali, sebutan penduduk Myanmar bagi warga Rohingya.

Ia menolak klaim bahwa dia telah menciptakan konflik di wilayah tersebut. Dia mengaku telah mencontohkan kedamaian di kampung halamannya, Mandalay.

"Jika Wirathu menciptakan konflik, maka Mandalay akan menjadi abu. Dunia tidak tahu kebenaran ini," kata biksu tersebut di Yangon, untuk merayakan kembalinya dia untuk berkhutbah.

Pada 2014, di Kota Mandalay telah terjadi kerusuhan komunal yang menewaskan dua orang. Kerusuhan ini disebabkan oleh berita palsu yang mengatakan seorang Muslim telah memperkosa seorang wanita Buddha.

Wirathu telah melakukan perjalanan sedikitnya dua kali dalam setahun terakhir ke utara Negara Bagian Rakhine yang dilanda kekerasan. Saat itu otoritas tertinggi keagamaan Myanmar telah memberlakukan larangan berkhutbah selama satu tahun kepadanya sejak Maret 2017.

Larangan tersebut diduga merupakan upaya pemerintahan Aung San Suu Kyi untuk melumpuhkan nasionalis yang telah mengancam akan melemahkan pemerintahannya.

Seorang biksu nasionalis lainnya, Parmaukkha, telah dibebaskan dari penjara pada Jumat (9/3). Ia menjalani kurungan selama tiga bulan karena memprotes penggunaan kata "Rohingya" oleh AS.

Wirathu bereaksi terhadap larangan berkhutbah yang ditujukan kepadanya dengan mengunggah foto dirinya dengan mulut yang ditempeli lakban. Namun akun Facebook pribadinya belum bisa diakses dalam beberapa bulan terakhir ini

Juru bicara Facebook mengatakan, jejaring sosial itu biasanya menghapus akun yang secara konsisten menyebarkan konten yang mempromosikan kebencian. "Standar komunitas kami melarang organisasi dan orang-orang untuk berdedikasi mempromosikan kebencian dan kekerasan terhadap orang lain," kata juru bicara tersebut.

Wirathu mengatakan dia akan melanjutkan pekerjaan nasionalisnya. "Saat Facebook menutup (akun saya), saya mengandalkan Youtube. Youtube tidak cukup luas sehingga saya akan menggunakan Twitter untuk melanjutkan kerja nasionalis saya," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement