Ahad 11 Mar 2018 18:15 WIB

MUI Siapkan Fatwa Pemotongan Zakat ASN Muslim

Zakat tersebut harus dipungut dari ASN yang aghinyah (berkecukupan)

Rep: Muhyiddin/ Red: Agus Yulianto
Ilustrasi Zakat
Foto: Foto : MgRol_94
Ilustrasi Zakat

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ditjen Bimas Islam Kemenag bekerja sama dengan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah usai menggelar Mudzakarah Zakat Nasional 2018 pada tanggal 9-10 Maret 2018 di Jakarta. Dalam acara saling mengingatkan tersebut membahas tentang pemotongan zakat terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) muslim.

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hasanuddin AF mengungkapkan, masalah pemotongan zakat ASN Muslim tersebut menjadi salah satu masalah penting yang dibahas dalam mudzakarah. Karena itu, pihaknya akan menyiapkan fatwa terkait itu.

"Yang penting intinya antara lain, mengenai itu pemungutannya. Jadi model pemungutannya terutama yang terkait dengan zakat ASN itu," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (11/3).

Dalam forum itu MUI dan Kemenag di antaranya membahas apakah pemungutan terhadap ASN tersebut akan dilakukan setiap bulan sekali atau setiap tahun sekali. Selain itu, apakah hal itu nanti akan diqiyaskan kepada zakat emas atau zakat pertanian.

"Kalau peraturan Kemenag katanya kan diqiyaskannya ke zakat pertanian. Tapi kalau fatwa MUI kan jelas, mencapai satu nisabnya sudah bisa dikeluarkan 2,5 persen. Jadi kalau dipungut tiap bulan, fatwa MUI mengatakan, ya kalau sudah satu nisab bisa dipungut tiap bulan," ujarnya.

Kendati demikian, hasil pembahasan terkait pemotongan zakat ASN dalam mudzakarah tersebut belum final. Karena itu, pihaknya nanti akan membawa masalah tersebut ke ijtima komisi fatwa MUI. "Nanti hasil dari mudzaarah ini akan langsung nanti jadi fatwa. Tapi nanti akan dibawa dulu ke ijtima komisi fatwa pada bulan Mei. Nanti dibawa ke situ dulu, nanti baru bisa menjadi fatwa," kata Hasanuddin.

Masalah zakat sejatinya adalah masalah syar'i, sehingga segala sesuatunya harus sesuai syariat Islam. Karena itu, menurut dia, zakat tersebut harus dipungut dari ASN yang aghinyah (berkecukupan). "Ya kalau ASN-nya aghniyah, ASN semua bisa disamaratakan dipotong. Tapi ada juga kata Menteri Agama berpendapat kemarin, gak nunggu hisab, gak nunggu haul, pokoknya setiap menerima sebesar apapun gajinya harus diambil 2,5 persen. Ya gak benar menurut saya kan," ucapnya.

"Hadis mengatakan, diambil dari orang yang sudah berkecukupan. Gak bisa disamaratakan setiap ASN dipotong ASN 2,5 persen, gak benar gak sesuai syariah menurut saya," tegasnya.

Ia berharap, semua kebijakan terkait zakat yang dikeluarkan Menteri Agama syar'inya harus dijaga betul. Jika pun ada perbedaan pandangan, kata dia, dalam mudzakarah tersebut nantinya harus ada hasil kesepakatan. "Kalau saya ya itu tadi, kalau mau haul ya haul, di akhir tahun nanti ya harus sesuai nisab, 85 gram emas, kira-kira Rp 42,5 juta kalau satu gram emas Rp 300 ribu. Nah di situlah pedomannya," tegasnya.

Sementara itu, lanjut dia, jika Kemenag ingin melakukan pemotongan tiap bulan, maka gaji ASN yang bisa dipotong hanya yang mencapai Rp 42,5 juta per bulan minimal. "Nah kalau mau tiap bulan, kalau gajinya sampai satu nisab, gaji per bulan Rp 42,5 juta minimal, silakan dipotong 2,5 persen," kata Hasanuddin.

Dalam mudzakarah tersebut tidak hanya membahas tentang pemotongan zakat ASN saja, tapi juga dibahas zakat secara umum. Misalnya, terkait pengelolaannya dan juga pendayagunaannya. Menurut dia, dalam pengelolaan zakat, seharusnya semua lembaga zakat tidak hanya dikelola secara konsumtif tapi dikelola secara produktif.

"Jadi tidak begitu, diambil langsung dibagikan terus habis. Tidak mengentaskan kemiskinan jadinya kan. Kalau bisa saya katakan dari yang mustahik itu menjadi muzakki nanti, dibina dikasih modal, terus berkembang. Jadi produktif kan," tuturnya.

Dirjen Bimas Islam Kemenag, Muhammadiyah Amin belum bisa memberikan hasil atau rumusan dari mudzakarah tersebut. Karena, menurut dia, pihaknya masih akan melapor secara resmi kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

"Mungkin belum bisa dulu, saya lapor Pak Menteri dulu. Besok saya akan menghadap dulu secara resmi," ujarnya saat dikonfirmasi lebih lanjut.

Mudzakarah Zakat Nasional 2018 yang digelar selama dua hari tersebut dihadiri peserta yang berasal dari berbagai ormas Islam, Baznas, LAZ, alim ulama dan tokoh agama, MUI, dan jajaran Ditjen Bimas Islam. Pembukaan Mudzakarah Zakat Nasional 2018 pada Jumat (9/3) lalu dihadiri Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin Abdul Fattah, Dirjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin, Staf Ahli Bidang Hukum dan HAM KemenagJanedjri, Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Mastuki,dan Sesmen Khoirul Huda.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement