REPUBLIKA.CO.ID Keputusan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta mencabut kebijakan pembinaan mahasiswi bercadar disambut baik berbagai kalangan. Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Abdul Fikri Faqih berharap kebijakan serupa tidak terulang lagi.
"Jangan lagi ada surat keputusan (SK) atau surat yang terbit tanpa ada pertimbangan yang menjadi dasar penetapan keputusan. Ini untuk (menegakkan) kebebasan ilmiah di kampus," ujar Faqih, Ahad (11/3).
Kalau kemudian terjadi pembatasan, kata dia, itu artinya kampus telah menjadi alat kekuasaan untuk membatasi gerak. Padahal, semua inovasi dan kreasi, bahkan semua perubahan yang terjadi di Tanah Air berbasis pada mahasiswa/i. "Ini (pembinaan mahasiswi bercadar) memalukan, menurut saya," katanya.
Faqih menambahkan, apa pun yang petinggi kampus lakukan mesti berdasarkan kajian, dialog, dan klarifikasi, apalagi terkait tridharma perguruan tinggi yang mesti ditegakkan, yaitu kebebasan sebesar-besarnya untuk penelitian hingga pengabdian kepada masyarakat.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid, mengapresiasi keputusan Rektor UIN Suka Yudian Wahyudi yang mencabut larangan penggunaan cadar. "Revisi aturan itu biasa. Kami salut atas sikap Pak Rektor yang mengutamakan kepentingan kampus agar kondusif," ujar Jazilul, Sabtu (10/3).
Namun, dia melanjutkan, PKB tetap memberikan dukungan kepada Rektor UIN Suka untuk terus melakukan pembinaan dan mencegah radikalisme di kampus. Wakil Sekretaris Jenderal PKB itu pun berharap agar kejadian serupa tidak terulang.
Ke depan, setiap kebijakan kampus perlu dipertimbangkan secara matang agar wacana kebijakan tidak mengundang protes dari banyak pihak.
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis berharap pencabutan kebijakan pembinaan mahasiswi bercadar oleh UIN Suka diikuti kampus-kampus lain. "Apalagi sampai mengancamnya DO (drop out)," ujar Kiai Cholil.
Ia mengatakan, seorang pemimpin harus mengetahui mana yang substansial dan mana yang sifatnya simbolis. Menurut Kiai Cholil, menumpas radikalisme adalah masalah substansial yang harus dilawan dengan memberi pemahaman alternatif agar menjadi umat wasathiyah.