REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia mengkritik rencana Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto untuk memanggil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemanggilan dilakukan terkait pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo terkait sejumlah calon kepala daerah yang mengikuti Pilkada serentak 2018, berpotensi menjadi tersangka.
KOPEL memandang, langkah tersebut bisa dipersepsikan sebagai bentuk intervensi langsung terhadap penegakan hukum. "Harusnya, mereka (KPK) bisa berjalan secara mandiri dan profesional," ujar Direktur Kopel Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad (11/3).
Syamsuddin melihat, KPK seharusnya diberi ruang gerak maksimal dengan harapan segera mengumumkan status calon kepala daerah yang dianggap sudah cukup bukti. Jangan membuat ketidakpastian dalam hukum terlalu berlarut. KOPEL mendesak KPK untuk umumkan sekarang, jangan setelah Pilkada karena risikonya berat. Selain dari segi stabilitas politik, dampak juga akan dirasakan terhadap biaya.
"Bayangin kalau mereka menang lalu kemudian jadi tersangka dan terbukti, kita akan mencari lagi penggantinya," kata Syamsuddin.
Pernyataan ketua KPK yang melansir bahwa ada beberapa calon kepala daerah berpotensi tersangka telah mengundang polemik di publik. Calon dimaksud bukan hanya dari calon penjawat, tapi juga ada yang sudah mantan dan maju lagi. Oleh karenanya, karena sudah terpublikasi, Syamsuddin melihat, solusinya adalah segera umumkan saja siapa kandidat yang dimaksud.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Raharjo, menyebutkan adanya calon kepala daerah di Pilkada serentak terindikasi kuat menjadi tersangka kasus yang ditangani KPK. Tanpa menyebutkan nama, Agus menjelaskan bahwa mereka telah melakukan korupsi di waktu yang lalu.