REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Darul Qur'an Wa Sunnah di Gaza, Palestina telah menghasilkan banyak hafiz setiap tahun. Karena keunikan metode tersebut, Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) dan Sadaqa bekerja sama untuk mengembangkan metode menghafal Alquran ala Gaza di Indonesia.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikadi Prof KH Ahmad Satori Ismail mengatakan setiap metode menghafal Alquran tergantung kepada banyak aspek, seperti pengajarnya dan metodenya. Santri yang belajar menghafal Alquran serta lingkungan tempat tinggal santri juga menentukan.
Ia menerangkan, ada yang menarik dengan metode manghafal Alquran ala Gaza. Sudah lama masyarakat Gaza dijajah Israel dan kerap terjadi serangan-serangan yang diluncurkan penjajah. Kadang-kadang mereka harus belajar sambil bersembunyi di bunker.
"Mereka kadang-kadang menghafal Alquran di bunker-bunker karena tidak memiliki tempat yang layak, tapi kok kemudian setiap tahun ribuan orang bisa menghafal Alquran, apa sebabnya?" kata Prof KH Satori kepada Republika.co.id, Senin (12/3).
Ia mengungkapkan, di situlah letak daya tarik dan keistimewaannya. Meski masyarakat Gaza hidup dalam kesulitan di bawah tekanan penjajahan, namun banyak yang hafiz setiap tahunnya. Artinya ada satu hal yang istimewa dari menghafal Alquran ala Gaza.
Metode menghafal Alquran yang umum dipakai, biasanya santri hanya mengejar setoran hafalan. Misalnya hari ini setor hafalan satu juz, tapi tanpa dilihat kelancarannya dan kebaikan hafalannya. Setiap dua bulan setor hafalan satu juz, terus demikian sampai setor hafalan juz 30.
Kalau cara menghafal Alquran ala Gaza berbeda, menghafal ayat dan juz sampai lancar. Saat menghafal ayat berikutnya atau juz berikutnya, ayat dan juz yang sudah hafal terus dibaca ulang.
"Sehingga ketika selesai belajar menghafal 30 juz, hafalannya lancar dan baik," ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam menghafal Alquran ala Gaza, ada metode mengaitkan ayat satu dan ayat berikutnya. Diakuinya, hal ini mungkin akan menjadi kendala bagi orang Indonesia yang tidak bisa Bahasa Arab. Di Gaza orang-orangnya berbahasa Arab, sementara di Indonesia banyak yang tidak bisa bahasa Arab.
Ikadi juga menginformasikan, menghafal Alquran ala Gaza baru di-launching saat Silaturahim Nasional Ikadi di Kota Padang, Sumatra Barat pada 2-4 Maret 2018. Pimpinan Pusat Ikadi menginformasikan kepada ratusan peserta Silaturrahmi Nasional Ikadi dari berbagai daerah Ikadi dan Sadaqa bekerja sama untuk mengembangkan metode manghafal Alquran ala Gaza.
"Berikutnya, tinggal daerah-daerah yang siap menerapkan diharapkan bisa memulai penggunaan pengajaran tahfidz ala Gaza itu," ujarnya.
Prof KH Satori menyampaikan, respons anggota Ikadi dari berbagai daerah yang menghadiri Silaturrahmi Nasional Ikadi baik. Namun, hampir semua lembaga seperti sekolah dan pesantren yang dimiliki anggota Ikadi sudah memiliki metode menghafal Alquran tersendiri.
Maka untuk melaksanakan atau mengaplikasikan metode menghafal Alquran ala Gaza, membutuhkan program training untuk guru-gurunya. Mudah-mudahan langkah awal kerjasama Ikadi dan Sadaqa mengadakan program training guru-guru yang akan mengajarkan metode menghafal Alquran ala Gaza. Untuk mempersiapkan ini tentu memerlukan waktu.
"Panitia yang menangani ini belum bergerak banyak karena kemarin baru disibukkan dengan Silaturrahmi Nasional Ikadi," jelasnya.