REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA, BALI -- Pengelola Museum Pasifika di Nusa Dua, Bali, menginisiasi upaya konservasi terhadap koleksi museum meliputi benda seni dan warisan budaya agar mampu bertahan lebih lama dari serangan hama dan pengaruh kelembaban udara.
"Kami ingin berbagi informasi konservasi dan restorasi karya seni. Ini penting, apalagi peralihan cuaca yang lembab sehingga pengelola museum di Bali bisa lebih tahu apa yang harus dilakukan dalam perlindungan benda koleksi," kata Pendiri Museum Pasifika Philippe Augier di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Senin (12/3).
Untuk itu, Philippe mengadakan pelatihan terkait konservasi meliputi pencegahan, restorasi dan perawatan koleksi benda di museum yang diikuti sekitar 40 pengelola di seluruh Bali.
Philippe mengatakan pengelola museum harus memperhatikan koleksi yang dimiliki dengan pemeliharaan dan perawatan rutin.
Upaya itu dilakukan agar koleksi yang merupakan benda bersejarah dan warisan budaya tidak mudah rusak dan punah sehingga generasi selanjutnya masih dapat melihat peninggalan bersejarah yang ada di museum.
Di Museum Pasifika misalnya, lanjut dia, setiap hari petugas khusus melakukan inspeksi terhadap 600 karya seni lukisan dan patung termasuk membersihkan dari debu, menjaga agar tidak lembab serta memastikan adanya aliran udara di ruangan.
Perhatian lebih ekstra akan dilakukan untuk karya seni yang usianya sudah tua seperti lukisan karya Raden Saleh berjudul Pemburu Macan tahun 1855 dan karya seni Napoleon tahun 1805.
Dalam kesempatan itu, pihaknya menghadirkan pakar konservasi benda seni dari Jerman, Sussane Erhards sebagai salah satu pembicara utama untuk mendorong penyelamatan benda koleksi museum.
Sussane memaparkan deteksi hama seperti tikus dan rayap, pemeliharaan dan pemanfaatan jel silika untuk mencegah kelembaban.
Dia mengatakan dalam upaya perlindungan benda koleksi museum, ancaman serangan hama tikus dan rayap serta kelembaban udara merupakan tantangan bagi pengelola museum di seluruh dunia.
Apalagi periode Maret hingga Desember merupakan masa peralihan cuaca khususnya di Bali sehingga hal itu turut mempengaruhi benda koleksi museum seperti yang terbuat dari besi, kayu, lukisan dan benda seni bersejarah lainnya.
"Itu sangat sensitif terhadap kelembaban sehingga kadar kelembaban di atas 75 persen itu harus dikurangi. Jel silika merupakan salah satu cara yang bagus untuk mengurangi lembab," ucap pakar dari Studio Konservasi Gruppe Koln Jerman itu.
Selain menjaga kebersihan dari debu, tata letak benda seni seperti lukisan, lanjut dia, juga perlu diperhatikan agar tidak terlalu menempel dengan dinding sehingga perlu ada jarak dua hingga tiga centimeter agar tidak lembab.
Sementara itu salah satu peserta pelatihan, I Wayan Santika selaku Ketua Museum Buleleng mengapresiasi berbagi pengetahuan yang diberikan untuk menjaga benda bersejarah koleksi museum di Bali Utara itu.
"Kami membutuhkan upaya konservasi, apalagi museum kami mengoleksi benda purbakala sehingga masukan yang kami dapatkan saat ini penting untuk diterapkan," ucapnya.
Selain dihadiri pengelola museum dari seluruh Bali, pelatihan itu juga diikuti perwakilan dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dan Dinas Pariwisata Kabupaten Badung.