Selasa 13 Mar 2018 05:05 WIB

Wiranto Minta KPK Tunda Umumkan Kepala Daerah Tersangka

Penundaan pengumuman calont tersangka agar tahapan pilkada serentak tidak terganggu.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto (kiri)
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto meminta Komisi Pemberantasan Korupsi menunda pengumuman mengenai calon kepala daerah dalam Pilkada 2018 yang menjadi tersangka kasus korupsi. Penundaan ini agar tahapan pilkada serentak tidak terganggu.

"Ditunda dululah penyelidikannya, penyidikannya, dan pengajuan dia sebagai saksi dan sebagai tersangka," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (12/3).

Mantan Panglima TNI itu menjelaskan bahwa permintaan penundaan itu dimaksudkan agar tahapan pilkada serentak serta pencalonan kandidat tidak terganggu dengan adanya proses hukum yang harus dipenuhi calon kepala daerah.

"Risiko dengan dia dipanggil sebagai saksi atau tersangka itu akan bolak-balik KPK, berpengaruh pada perolehan suara. Itu pasti akan berpengaruh terhadap pencalonannya," terang Wiranto.

Menko Polhukam menambahkan penetapan calon kepala daerah sebagai tersangka oleh Lembaga Antirasuah itu, juga dapat berimbas ke ranah politik. "Kalau sudah dinyatakan sebagai paslon, itu berarti bukan pribadi lagi, melainkan milik para pemilih, milik partai- partai yang mendukungnya, milik orang banyak," katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, jika ingin mengumumkan calon kepala daerah yang tersangka, KPK seharusnya melakukan hal tersebut sebelum kandidat ditetapkan Komisi Pemilihan Pemilu (KPU) sehingga tidak merugikan banyak pihak.

"Jadi, tidak berlebihan permintaan dari penyelenggara pemilu, yaitu tunda dahulu ini. Nanti, setelah (Pilkada 2018) itu silakan dilanjutkan (proses hukumnya)," kata Wiranto.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement