Selasa 13 Mar 2018 09:04 WIB

Cakada Bermasalah, Pengamat: Penegakan Hukum Jangan Berhenti

Calon bermasalah bisa memanfaatkan kevakuman penegakan hukum

Pilkada Serentak (Ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pengamat politik dan hukum memandang penegakan hukum olek Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh ditunda oleh pihak manapun dan oleh alasan apapun, kecuali melalui upaya hukum praperadilan. Hal ini menanggapi imbauan Menkopolhukam Wiranto yang meminta KPK menunda untuk mengumumkan calon kepala daerah bermasalah.

(Baca: Imbauan Wiranto Bertentangan dengan Pemberantasan Korupsi)

"Saya berpandangan penegakan hukum tidak boleh terhenti hanya karena seorang pejabat atau politisi sedang ikut pilkada," ujar pengamat politik Universitas Padjadjaran Yusa Djuyandi dihubungi dari Jakarta, Selasa (13/3).

Menurut Yusa, setiap orang dalam berpolitik harus taat hukum. Politik yang berjalan tanpa hukum akan  menimbulkan kekacauan atau ketidaktertiban. Begitu pula perilaku korupsi yang hakekatnya merupakan bentuk keserakahan oknum pejabat, menurutnya tidak bisa didiamkan atau ditunda penegakan hukumnya oleh KPK, tidak peduli apakah dia calon kepala daerah yang juga kebetulan petahana atau tidak.

Yusa menegaskan, jika penegakan hukum KPK ditunda, maka ada kekhawatiran calon kepala daerah itu memanfaatkan kevakuman penegakan hukum untuk meloloskan diri.

"Bagaimana jika yang bersangkutan memanfaatkan kevakuman penegakan hukum untuk menghilangkan bukti, atau bagaimana jika telah terpilih ternyata dirinya mampu memanfaatkan kekuasaan untuk membersihkan jejak," kata Yusa.

Yusa memandang politisi dan pejabat yang korupsi perlu diberikan hukuman. Proses penegakan hukum itu dipercayakan kepada KPK, dan proses peradilan. "Jika ada kekhawatiran soal politisasi hukum, maka tempuh jalur hukum. Ada praperadilan," kata Yusa.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement