REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesalahan para pebisnis saat ini, mereka mengabaikan rumus yang diberikan Rasulullah SAW. Mereka hanya memikirkan bagaimana meraih keuntungan sebesar-besarnya bagi diri dan perusahaannya. Ia menyepelekan untuk memikirkan apa manfaat yang akan diterima konsumennya.
Dalam mengembangkan bisnis, mereka hanya berpikir how?, what?, dan who? saja. Bagaimana memulai suatu bisnis? Apa jenis bisnis yang cocok? Dan, seprofesional apa orang yang akan menggerakkan bisnisnya?
Mereka lupa untuk berfikir why?. Mengapa calon konsumen harus membeli produk mereka, bukan orang lain?
Apakah konsumen merasakan suatu manfaat ketika membeli atau menggunakan produk tersebut sehingga ia memutuskan untuk membeli? Inilah yang menjadi dasar utama bagi pebisnis andal dalam memulai kariernya. Ia peka membaca keinginan konsumen. Ia ingin konsumennya bisa mendapatkan manfaat yang lebih ketika membeli atau menggunakan produknya ketimbang menggunakan produk lain.
Kebanyakan pebisnis terlalu egois memikirkan, “Bagaimana saya mendapatkan uang lebih banyak?” Mereka tak peduli apakah produk atau jasanya memiliki aspek manfaat bagi konsumennya. Lalu, mengapa konsumennya harus membeli atau menggunakan jasa dari bisnisnya?
Semakin banyak manfaat dari produk tersebut, semakin banyak pula konsumen, yaitu orang yang ingin memetik manfaat darinya. Jika semakin banyak konsumen, pasar, dan jaringan bisnisnya, maka semakin besar pulalah bisnisnya. Semakin besar bisnisnya, tentu semakin sukseslah ia dalam dunia bisnis. Awalnya sederhana, berpikir untuk memberikan manfaat yang lebih kepada orang lain.
Pebisnis Islam tidak berorientasi bagaimana mendapatkan uang sebanyak-banyaknya, tapi bagaimana menebar manfaat sebanyak-banyaknya. Hal ini sesuai dengan konsep ekonomi modern, memulai bisnis dengan menakhlukkan pasar terlebih dahulu sebelum menjual produk. Ketika konsumen sudah merasakan manfaat yang besar dari produknya, tentu ia tak akan segan terus membeli, bahkan berlangganan.